Soroti UU Cipta Kerja, Pakar Hukum Lingkungan UGM Beri 7 Catatan Kritis

Dari tebalnya jumlah halaman yang terlihat akademis, jika dilihat dari daftar pustakanya saja dinilai sebagai sesuatu yang tidak bermutu.

Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:15 WIB
Soroti UU Cipta Kerja, Pakar Hukum Lingkungan UGM Beri 7 Catatan Kritis
Pemaparan Wahyu Yun Santoso soal aspek lingkungan dalam UU Cipta Kerja. - (YouTube/lsph_ugm)

Jika dibandingkan persepsi resiko yang diterapkan oleh Indonesia dengan OECD, Wahyu menyuimpulkan apa yang dianggap beresiko tinggi di negara OECD tidak dianggap sama dan bahkan tidak diatur di Indonesia. Lubang besar pada pendekatan resiko ini juga tidak disebutkan siapa yang akan menjadi pengawasan dan penentu resiko dalam berbagai sektor.

Selanjutnya ia menyampaikan bahwa permudahan perizinan tidak sama dengan permudahan dampak lingkungan. Sebab satu tipe tidak sesuai untuk semua aspek. Karena ada isu berbeda yang dibahas dan perbedaan ketersediaan data yang dimiliki.

Perizinan lingkungan yang disebut dihapus namun diubah menjadi persetujuan dinilai Wahyu menimbulkan kerancuan. Ia mempertanyakan apakah bisa disamakan antara izin dengan persetujuan. Secara makna, Wahyu menilai bahwa perizinan merupakan persetujuan legal antar pihak yang identik dengan adanya komitmen.

"Kemudian yang menjadi krusial adalah Komisi Penilai Amdal (KPA) dihilangkan. Memang di dalam draft terakhir, draft yang 905 halaman tersebut. KPA dihilangkan kemudian 'digantikan' adanya lembaga uji kelayakan lingkungan," tukasnya.

Baca Juga:Dejan Antonic dan Aaron Evans Segera Kembali ke Skuat PSS Sleman

Membahas mengenai amdal, Wahyu memberikan catatan kritis bahwa penghapusan izin lingkungan sama dengan persetujuan terhadap legalisasi keruwetan penerapan OSS. ia juga mempertanyakan peran lembaga uji kelayakan pusat dapat feasible dan rasional untuk seluruh persoalan Amdal.

Pemaparan Wahyu Yun Santoso soal aspek lingkungan dalam UU Cipta Kerja. - (YouTube/lsph_ugm)
Pemaparan Wahyu Yun Santoso soal aspek lingkungan dalam UU Cipta Kerja. - (YouTube/lsph_ugm)

Lihat pemaparan selengkapnya DISINI

Selanjutnya, Wahyu menyampaikan mengenai isu pelemahan kewanangan pemerintah daerah. Misalnya dalam hal perizinan yang digantikan oleh pemerintah pusat. Mungkinnya timbul potensi sengkarut. Beban pemerintah daerah juga bertambah, namun mungkinkah setiap wilyah untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi secara bersamaan dan setara.

Ia berpesan agar bangsa Indonesia jangan sampai terjebak dengan Natural Resource Curse Hypothesis. Dimana negara-negara dengan SDA yang melimpah justru yang kaya adalah orang-orang dari luar. Yakni, orang-orang yang memiliki modal.

Wahyu juga merasa pro dan kontra mengenai aspek pengawasan dan penegakan hukum. Ia mempertanyakan apakah masyarakat dilibatkan langsung. Dalam penegakan hukum, strict liability dimaknai tidak identik dengan kewajiban mencegah. Tidak adanya izin lingkungan dan penghapusan gugatan administratif dinilai berdampak pada pelemahan hak hukum admininstratif.

Baca Juga:Muncul Klaster Kantor di Sleman, Total Ada 62 Orang Positif Covid-19

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak