Pilkada 2020, PolGov UGM: Pemerintah, Muhammadiyah, dan NU Perlu Kolaborasi

PolGov UGM menemukan bahwa masyarakat belum yakin dengan rancangan pemerintah terkait pilkada di tengah pandemi.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 14 Oktober 2020 | 13:45 WIB
Pilkada 2020, PolGov UGM: Pemerintah, Muhammadiyah, dan NU Perlu Kolaborasi
Ilustrasi Pilkada. (Antara)

SuaraJogja.id - Desakan untuk menunda Pilkada 2020 ramai disuarakan masyarakat, melalui media sosial salah satunya. Research Centre for Politics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) pun mengungkapkan perlunya pemerintah untuk mendengarkan usulan dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

PolGov UGM mengungkapkan, pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Meski begitu, Indonesia termasuk ke dalam 67 negara yang tetap melaksanakan pemilu di tengah pandemi Covid-19. Sedangkan 72 negara telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan pemilu.

Pilkada 2020 di Indonesia pada 9 Desember 2020 mendatang akan dilaksanakan di 270 daerah (8 Pilgub, 224 kabupaten, dan 37 kota di 32 provinsi) dan kini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

PolGov UGM pun melakukan analisis tentang topik penundaan Pilkada 2020 melalui Laboratorium Big Data Analysis.

Baca Juga:KPU Medan Batasi Dana Kampanye Pilkada Jadi Rp 36,2 Miliar

Dari analisis tersebut, terdapat sejumlah temuan tentang topik penundaan Pilkada 2020. Di antaranya, topik ini cukup santer diperbincangkan warganet di Twitter dan diberitakan media.

Salah satu puncaknya terjadi pada 21 September 2020, setelah Muhammadiyah dan NU memberikan pernyataan resmi untuk tak menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi.

PolGov UGM menemukan bahwa masyarakat belum yakin dengan rancangan pemerintah terkait pilkada di tengah pandemi.

Kesimpulan itu terlihat dari besarnya respons publik terhadap rekomendasi kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.

Untuk itu, PolGov UGM menyarankan, "pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu mengapresiasi hal ini dan terus menjalankan komunikasi serta kolaborasi dengan kedua organisasi tersebut sebagai upaya untuk mempersiapkan setiap tahapan dengan mengedepankan pelaksanaan protokol kesehatan."

Baca Juga:Paslon Pilkada 2020 Jadikan Pencegahan Covid-19 sebagai Tema Kampanye

Temuan lain menunjukkan bahwa isu kesehatan paling banyak dikaitkan dengan pemberitaan tentang penundaan Pilkada 2020.

Sementara itu terkait aktor, PolGov UGM mengungkapkan, ada enam aktor yang sering muncul dalam pemberitaan tentang topik ini: Joko Widodo (Pemerintah), Arief Budiman (KPU), Tito Karnavian (Kemendagri), Mahfud MD (Menkopolhukam) pada satu sisi dan NU serta Muhammadiyah di sisi yang lain.

"Aktor pemerintah cenderung mendorong pelaksanaan Pilkada 2020, KPU cenderung hanya sekedar mengikuti keputusan dari pemerintah, dan NU-Muhammadiyah yang merekomendasikan untuk penundaan Pilkada 2020," seperti dikutip dari rilis "Meneropong Kelanjutan Pilkada Serentak di Tengah Pandemi" PolGov UGM yang diterima SuaraJogja.id, Rabu (14/10/2020).

Tak hanya itu, keresahan warganet akan Pilkada 2020 juga sempat disuarakan melalui istilah "kemanusiaan di atas politik".

Bahkan kekhawatiran mereka akan keselamatan rakyat dan kepedulian pemerintah ini meluas sampai ke isu Omnibus Law hingga oligarki.

Terakhir, berdasarkan pemetaan Social Network Analysis (SNA), wacana penundaan Pilkada 2020 tersebar cukup merata di sejumlah aktor dominan.

"Dengan demikian, topik ini tidak hanya berpusat pada satu atau beberapa pihak saja, melainkan wacana ini tersebar di berbagai pihak yang sangat mungkin memiliki kepentingan politik, ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda satu sama lain," tutup PolGov UGM.

REKOMENDASI

News

Terkini