SuaraJogja.id - Pada 2014-2015, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pernah berjaya di dunia balap formula pelajar tingkat asia. Tim Formula Garuda UNY mampu bertengger di posisi puncak saat berlaga di Korea Selatan pada 2014 dan menjadi jawara di Jepang pada 2015.
Tak banyak yang tahu jika ketua Tim Formula Garuda UNY yang berprestasi di tingkat dunia adalah pemuda asal Kabupaten Gunungkidul. Adalah Muflih Fathoni (27,) pemuda asal Pedukuhan Tenggaran (004/002), Kalurahan Gedangrejo, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul yang menjadi ketua tim asal UNY tersebut.
Kisah pemuda yang akrab dipanggil Toni ini mungkin menjadi salah satu titik balik perjuangan generasi muda. Setelah melenting dengan segudang prestasi kala menjadi mahasiswa UNY, kini ia justru harus kembali berjuang dengan kerasnya hidup.
Prestasinya kala menjadi mahasiswa UNY hingga tingkat dunia tak menjaminnya mampu hidup enak. Seabrek prestasi internasional tidak menjadi jaminan bagi pemuda akan memiliki pekerjaan yang layak. Ia harus bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai lulusan D3 Teknik UNY.
Baca Juga:Vietnam Berharap Bisa Gelar Balap Formula 1 Akhir November
Kariernya bersama Garuda UNY Racing Team telah diakui dalam kancah internasional sebagai perakit mobil hybrid terbaik di kelasnya. Namun kini, ia 'hanya' bekerja sebagai teknisi penyewaan alat untuk para kontraktor pembangunan. Sebelumnya, bapak satu anak ini pernah bekerja menjadi surveyor di sebuah perusahaan leasing di Wonosari.
Ironis memang, prestasinya malang melintang di balapan formula Asia tak mampu menolongnya. Setelah lulus dari UNY, lelaki ini justru kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Seusai lulus, sama seperti khalayak lain, tibalah masa ia mencari pekerjaan. Berbekal seabrek piagam penghargaan dan juga pengalaman, masuk-keluar kantor untuk mencari lowongan pekerjaan ia jalani hampir 7 bulan.
"Sekitar setengah tahun saya ke sana ke sini mencari pekerjaan. Bahkan di sela-sela menanti panggilan interview saya pernah berhari-hari menjadi buruh lepas event organizer di Jogja dengan kerja jadi sopir dan angkat-angkat barang dengan upah Rp50 ribu sehari," ucapnya.
Ia mengaku beberapa kali mendaftar di salah satu bengkel resmi kendaraan dengan posisi service advisor dan berkali-kali pula sampai tahap wawancara HRD. Namun demikian, hingga kini tak ada pengumuman diterima. Padaha ia memiliki cita-cita ingin mengembangkan teknologi hybrid dan kelistrikan pada mobil.
Baca Juga:Balap Formula 1 Restart Akhir Pekan Ini Setelah Empat Bulan Vakum
"Tapi ya mau gimana tidak ada peluang. Sampai saya bener-bener mentok, ada lowongan di salah satu leasing, saya daftar," ujar dia.
Menjadi pekerja sebagai surveyor leasing yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ia miliki ternyata merupakan hal yang sulit bagi dia. Hingga kurang dari dua tahun bekerj,a target nasabahnya tidak terpenuhi. Pemuda ini akhirnya dirumahkan karena sudah dua kali mendapat SP antara penjualan dan nasabah.
"Hasil survei saya tidak tepat waktu dalam pembayaran," kenang Toni.
Padahal, lanjut Toni, istrinya, yang merupakan guru honorer di salah satu SMK negeri di Kapanewon Ngawen, sedang mengandung anak pertamanya. Kala itu ia mengaku sangat kesulitan dalam bidang finansial. Hingga kini, ia masih bergabung dengan rekan-rekan timnya untuk membesarkan tempat kerjanya.
Meskipun kala menjadi mahasiswa ia bermimpi mudah mendapatkan pekerjaan yang sebanding, untuk saat ini ia tak lagi muluk-muluk memasang target. Namun ternyata, prestasinya tak menjamin di dunia kerja.
"Waktu itu temen tim di Garuda UNY ada yang join usaha persewaan dan servis alat berat, saya diajak gabung. Tanpa pikir panjang kondisi butuh mepet walaupun nglaju ke Sleman, tapi tidak saya pikir. Yang penting kebutuhan anak dan istri tercukupi, masalahhya kalau sekarang sudah kepepet butuh," kelakarnya.
Ia lantas bercerita bagaimana mengawali karier sebagai lulusan Diploma III Jurusan Teknik Otomotif Fakultas Teknik UNY. Sejak duduk dibangku SMKN 2 Wonosari dengan jurusan Teknik Kendaraan Ringan, ia kian tertarik menekuni bidang otomotif.
Ketertarikannya di dunia otomotif bahkan membuatnya tidak menuruti keinginan orang tuanya agar menjadi guru dengan mengambil S1 Keguruan. Pemuda ini lebih memilih DIII jurusan Teknik Otomotif.
"Saya diminta Bapak jadi guru dengan kuliah mengambil S1 keguruan, tapi saya matur sama bapak, kalau ndak di bidang otomotif saya trimo ndak kuliah," jelas putra kedua pasangan Fuad Habibi Rumiyati ini kala berbincang dengan SuaraJogja.id di rumah mertuanya, Kalurahan Siraman, Kapanewonan Wonosari, Rabu (28/10/2020).
Tidak ada pilihan lain, orang tuanya lantas mengizinkan Toni menekuni dunia otomotif dengan menyekolahkannya di UNY. Seperti mahasiswa pada umumya, di awal kuliah pada 2011 silam ia mengikuti kuliah baik teori maupun praktik secara seksama.
Hobinya melakukan riset sederhana kemudian dilirik oleh para dosen pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bidang Rekayasa Teknologi, yang memang hendak memulai debut internasional. Tim balap kebanggaan kampus Karangmalang tersebut memang tengah menargetkan Green Car Competion di Korea Selatan.
"Saya terpilih dan saat itu saya jadi ketua tim teknik," terangnya.
Sebagai ketua tim, banyak pengalaman yang bisa ia dapat karena saat itu ia juga harus berpikir bagaimana menggaet sponsor di samping harus memaksimalkan kemampuan mobilnya. Ia juga harus membeli sparepart mobil listrik dari Amerika, dan yang paling penting adalah pengalaman bagaimana merakit mobil balap ramah lingkungan.
Setelah sekitar dua semester merakit mobil, tibalah pada Mei 2014, ia bersama puluhan anggota tim lainnya dikirim UNY ke Korea Selatan. Bersama tim, ia memastikan kondisi mobil sudah sesuai dengan ketentuan lomba.
"Memadukan teori teknologi mobil hybrid dan listrik ternyata memang tidak sesederhana yang kami bayangkan, tapi kami juga rajin konsultasi dengan dosen pembimbing," kata dia.
Benar saja selama seminggu perlombaan, mobil yang berbulan-bulan ia rakit bersama tim berhasil meraih peringkat satu dan tiga di kategori acceleration dalam kejuaran International Student Green Car Competition 2014 di Korea Selatan.
Mereka berhasil menyabet gelar dari kejuaraan yang mempertandingkan dua kategori lomba untuk mobil hybrid dan listrik, yaitu acceleration dan maneuverability. Prestasi ini tentu mengejutkan dirinya karena awalnya tidak menyangka akan menang.
"Di masa-masa krisis menjelang pengumuman kami satu tim hanya diam sambil zikir, tegang sekali, tapi begitu pengumuman, lagu "Indonesia Raya" bisa dinyanyikan di kompetisi atas capaian kami rasanya bangga terharu sekali," jelas Toni.
Sekembalinya di Tanah Air, ia sebetulnya sudah meminta izin kepada dosen pembimbing Tim GURT untuk tidak lagi mengikuti kompetisi. Hal ini karena sejumlah pertimbangan, seperti masa studinya sebagai mahasiswa diploma yang harusnya ditempuh cukup enam semester telah habis.
"Tapi saya ingat betul dosen pembimbing marah-marah saya izin keluar dari tim karena ada kompetisi di Jepang tahun 2015. Kompetisinya cukup bergengsi, Student Formula Japan," ujarnya.
Meskipun di sisi lain ia ingin cepat lulus, ia juga bimbang karena baginya menjadi tim teknik di ajang sekelas Formula di mana pesertanya merupakan mahasiswa-mahasiswa terbaik seluruh dunia, membuat target kelulusan ia urungkan. Ia lantas kembali berkiprah bersama tim merakit mobil sesuai dengan kriterianya.
Mobil yang diberi nama Garuda F15 dirancang dapat mencapai kecepatan hingga 120 km/jam dengan 0 – 100 m dalam 4 detik. Untuk meningkatkan kemampuan akselerasi, lanjut Toni, kemampuan engine ditingkatkan dari 40 HP menjadi 45 HP.
“GURT F15 menggunakan mesin 1 silinder 600 cc, pemilihan material dan komponen 80 persen bahan lokal dan mudah didapatkan, capaian prestasi di penghujung tahun 2015 kala itu menjadi runner up pendatang baru terbaik," paparnya.
Memasuki akhir tahun, ia lantas fokus untuk menyelesaikan studinya. Setahun mengerjakan tugas akhir menjadi mahasiswa, ia akhirnya diwisuda pada awal 2016 dengan gelar Ahli Madya Teknik.
"Alhamdulillah saat wisuda saya dinobatkan menjadi mahasiswa beprestasi, haru campur bangga saya rasakan betul," kenang Toni.
Kontributor : Julianto