Siapkah Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor? Ini Kata Pakar Masalah Kota UGM

menjadikan Malioboro sebagai kawasan bebas kendaraan bermotor tentu membutuhkan pertimbangan dan hitungan yang matang.

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 06 November 2020 | 20:33 WIB
Siapkah Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor? Ini Kata Pakar Masalah Kota UGM
Pemerhati permasalahan kota dari UGM, Bambang Hari Wibisono. [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Empat hari sudah uji coba Malioboro bebas kendaraan bermotor diterapkan. Namun, selama itu pula sejumlah elemen masyarakat mengeluh terutama para pedagang yang pendapatannya anjlok. Lantas bagaimana sebetulnya perlukah Malioboro ditutup?

Seperti diketahui, Pemda DIY tengah merancang kawasan Malioboro bebas kendaraan bermotor. Hal ini terutama menyusul  status Malioboro sebagai World Heritage sebagai kawasan bernilai budaya karena menjadi salah satu sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi-Tugu Pal Putih-Keraton Yogyakarta-Panggung Krapyak-Laut Selatan.

Tetapi pelaksanaan yang diawali dengan uji coba selama dua pekan itu mendapat respon pro dan kontra. Lalu bagaimana tanggapan dari salah satu peneliti kawasan Malioboro dari UGM, Bambang Hari Wibisono mengenai kondisi tersebut.

Pria yang telah meneliti Malioboro pada 2001 silam itu melihat bahwa kawasan tersebut mengalami transformasi.

Baca Juga:Lebih Interaktif dan Seru, Jogja Cocoa Day Part 2 Siap Digelar

"Saya selesai melakukan penelitian dengan objek Malioboro itu 2001. Memang Malioboro telah mengalami transformasi dari periode ke periode. Ini juga muncul konsep yang unik karena memiliki sumbu filosofi bahkan sumbu imajiner yang menghubungkan dari Gunung Merapi hingga Laut Selatan," jelas Bambang dihubungi Suarajogja.id, Jumat (6/11/2020).

Bambang menjelaskan bahwa perubahan akan terjadi seiring berkembangnya zaman. Termasuk Malioboro yang menjadi tumpuan hidup beberapa masyarakat mulai dari zaman Belanda hingga saat ini.

"Ini jelas akan mengalami perubahan. Tentu akan berbeda kondisi sekarang dengan 20 tahun lalu. Nah apakah sudah perlu Malioboro menjadi pedestrian, saya melihat Pemda memang menginginkan untuk mengurangi beban yang ada di Malioboro khususnya beban lalu lintas yang melewati Malioboro saat ini," ujar dia.

Ia tak menampik bahwa masalah akses jalan atau lalu lintas sudah sangat melebihi beban dari yang seharusnya dipikul oleh Malioboro.

"Saya kira tujuan itu baik-baik saja. Namun melihat dari sisi kultural atau historisnya akan lebih menarik jika dikurangi bebannya. Jadi tidak semuanya ditutup langsung," jelas Dosen jurusan teknik arsitektur dan perencanaan Fakultas Teknik UGM ini.

Baca Juga:Dukum IKM Daerah Hadapi Pandemi, Disperindag DIY Gelar Jogja Premium Export

Ia menjelaskan bahwa Malioboro pada zaman dahulu menjadi akses jalan masyarakat. Meski sebelumnya bukan kendaraan bermotor seperti sekarang, jalur tersebut menjadi salah satu jalur utama yang kerap menjadi jalur penghubung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak