SuaraJogja.id - Upaya pemerintah untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terus dilakukan. Hal itu juga untuk mencapai Bantul sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA).
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bantul Muhamad Zainul Zain mengungkapkan jika di Kabupaten Bantul sendiri sudah memiliki Perda yang membahas terkait Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Nantinya Satgas akan membuat peraturan desa terkait PPA dari turunan Perda yang ada.
"Jadi ini berkaitan dengan sosialisasi (kabupaten) layak anak tapi implementasi yang kita sampaikan kemarin terkait dengan turunan Perdanya. Jadi ke depan tiap desa ada turunan Perda tersebut menjadi Perdes," ujar Zainul dihubungi wartawan, Kamis (19/11/2020).
Zainul menjelaskan, satgas akan menyasar terlebih dahulu ke kecamatan. Selanjutnya dari kecamatan akan memprioritaskan kepada pihak desa untuk menyiapkan desa layak anak.
Baca Juga:Gelar Razia Prokes di Bantul, Satpol PP Ciduk 118 Pelanggar
"Kita sasar ke kecamatan, nanti porsi dari kecamatan adalah mengkoordinasikan. Ke depan diupayakan yang memiliki peras banyak itu adalah desa, karena nanti jika desa sudah mempersiapkan desa layak anak dan sudah membentuk gugus tugas desa layak anak akan lebih mudah," terang dia.
Zainul tak menampik jika beberapa lembaga dan masyarakat yang terjun dalam permasalah kekerasan anak sudah ada di tiap kecamatan. Kendati demikian cara kerja mereka masih parsial dan tak memiliki visi yang sama.
"Di (Kecamatan) Bambanglipuro misalnya ada lembaga yang mengaku sudah membedakan pelayanan kesehatan antara anak dan dewasa di puskesmas. Artinya dia hanya berkoordinasi dengan beberapa pihak. Padahal kasus ini perlu disinergikan baik pemerintah dan lembaga lain untuk bisa menekan angka kekerasan itu," tambah Zainul.
Saat ini upaya satgas terus mendorong bagaimana lingkungan layak anak tercipta dimulai dari peran desa masing-masing. Dibentuknya desa layak anak untuk menyediakan lembaga perlindungan anak di tingkat desa.
"Poin besar yang kami sampaikan di kecamatan ke desa-desa ditindaklanjuti dengan pelatihan konvensi hak anak bagi aparatur desa dan lembaga yang terbentuk tadi. Dan terakhir di tahun pertama, dibuatkan Perdes perlindungan anak dan Perdes desa layak anak, kuncinya di sana," terang dia.
Baca Juga:Diduga Oven Kayu Terlalu Panas, Pabrik Mebel di Bantul Terbakar
Hingga kini sosialisasi yang dilakukan Satgas PPA sudah menyasar keempat kecamatan. Pertama di Kecamatan Pandak, Bambanglipuro, Imogiri dan terakhir Jetis.
"Dari camat stakeholder hingga lembaga yang bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak kami undang. Nantinya kita satukan visi untuk benar-benar menekan jumlah itu. Empat kecamatan ini akan menjadi contoh. Selanjutnya 13 kecamatan akan mengikuti," jelasnya.
Zainul menyebut jika di tahun 2020, sejak Januari-November tercatat sebanyak 228 kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Ia menjelaskan bahwa korban kebanyakan adalah perempuan.
Terpisah, Banit PPA Sat Reskrim Polres Bantul, Aipda Musthafa Kamal terus berupaya memberikan penyuluhan terhadap lokasi yang pernah terjadi tindak kekerasan kepada anak.
"Unit PPA Sat Reskrim Polres Bantul ikut mendorong agar angka ini dapat ditekan. Jadi penyuluhan seperti psikososial kepada keluarga dan warga kami lakukan. Terutama di lokasi yang sebelumnya pernah terjadi tindak kekerasan seksual terhadap anak," kata dia.
Kamal melanjutkan, bahwa kasus ini terus meningkat tiap tahun. Hingga kini terdapat 20 kasus yang ditangani Polres Bantul. Jumlah itu belum tercatat dengan kasus yang ada di Polsek dan UPDT PPA Kabupaten Bantul.
Sebelumya, baru-baru ini terjadi kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak perempuan di bawah umur. Pertama terjadi di wilayah Pleret, Bantul yang dilakukan oleh pelaku inisial AN (56).
Sementara kasus serupa juga terjadi di Wukirsari, Imogiri, Bantul yang dilakukan oleh penjaga sendang berinisial TK (58). Keduanya telah ditahan dan menjadi tersangka.
Pelaku TK dan AN disangkakan dengan Pasal 82 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kamal menerangkan ancaman hukumannya, penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.