RUU Ketahanan Keluarga Ditolak Banleg, Begini Respon Ketua BKKBN

Dalam data yang dimiliki oleh BPS, jumlah perkawinan yang diperkirakan mencapai 2,6 juta, namun yang tercatat hanya sekitar 2 juta perkawinan.

Galih Priatmojo
Rabu, 25 November 2020 | 10:54 WIB
RUU Ketahanan Keluarga Ditolak Banleg, Begini Respon Ketua BKKBN
RUU Ketahanan Keluarga. (Suara.com/Iqbal Asaputro)

SuaraJogja.id - Rancangan Undang-undang Ketahanan Keluarga ditolak atau tak dilanjutkan pembahasannya oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. 

Atas kondisi tersebut, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo punya tanggapan tersendiri. Hasto tetap mencoba tak mengambil sudut pandang negatif atas tak dilanjutkannya pembahasan RUU Ketahanan Keluarga.

"Bagi saya, sebetulnya ketika ada UU no 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, di sana peran dan fungsi keluarga yang harus dijalankan dengan baik," ujarnya, Selasa (24/11/2020) malam. 

Maka sebetulnya, apa-apa yang ada dalam 8 fungsi keluarga dan ketentuan yang ada di dalam UU tadi, itu bisa dimanfaatkan optimal.

Baca Juga:Kritik RUU Ketahanan Keluarga, Gus Sahal: Negara Memaksakan Kadrunisme

Hanya saja tak kalah penting, menurutnya ada yang perlu diketahui oleh masyarakat. Dalam data yang dimiliki oleh BPS, jumlah perkawinan yang diperkirakan mencapai 2,6 juta, namun yang tercatat hanya sekitar 2 juta perkawinan. Selain itu, sejak 2014 angka perceraian begitu meningkat pesat. Dari jumlah perkawinan sebanyak 2.110.776 pada 2014, ada 324.247 perceraian di Indonesia.

Pada 2015, dari 1.958.394 perkawinan ada 347.256 perceraian. Selanjutnya di tahun 2016, ada 365.654 perceraian dari 1.837.185 perkawinan. Angka perceraian meningkat lagi pada 2017 sebanyak 374.536 dari total 1.936.934 perkawinan. Lalu pada 2018 ada 408.202 perceraian dari 2.016.171 perkawinan.

Pihaknya di BKKN siap bekerja sama dengan siapa saja, siap juga memaksimalkan regulasi apa saja yang ada di Indonesia dan di daerah, yang bisa dioptimalkan dalam mendukung terwujudnya ketahanan keluarga

Sedangkan, bila SuaraJogja.id merujuk data yang dipublikasikan oleh Pengadilan Agama Sleman, terhitung pada 2019 ada 1.840 permohonan perceraian yang masuk. Lalu pada 2020, hingga 17 September 2020 saja sudah ada 1.346 permohonan cerai terdaftarkan. 

Panitera Muda Gugatan PA Sleman Muslih menjelaskan, 1.346 permohonan tadi terdiri dari 908 cerai gugat dan 438 permohonan cerai talak.

Baca Juga:Istana Soal RUU Ketahanan Keluarga: Segitunya Negara Masuk Ranah Privat?

Menurut Muslih, angka permohonan perceraian di PA Sleman cenderung fluktuatif. Sempat menurun pada Maret hingga Mei 2020, angka permohonan cerai meningkat kembali pada Juni-Agustus.

Ia mengatakan, tak semua permohonan akan dikabulkan. Tercatat dari total 1.346 permohonan tadi, perceraian yang dikabulkan sebanyak 1.140 permohonan. Sedangkan permohonan yang dicabut mencapai 97 permohonan.

Permohonan perceraian paling banyak berasal dari daerah Mlati dan Depok. Faktor penyebab perceraian didominasi oleh faktor ekonomi dan tidak adanya kepedulian antar pasangan. 

Humas PA Sleman, Syamsiah menuturkan PA tidak langsung mengabulkan setiap permohonan perceraian. Melainkan selalu mengupayakan mediasi agar tidak terjadi perceraian. Mediasi akan berhasil, jika salah satu pasangan masih berkemauan mempertahankan keutuhan rumah tangganya, misalnya karena faktor anak. 

"Tapi tidak sedikit juga mediasi yang gagal," terangnya.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini