Inner circle ratio di DIY adalah 1:500. Artinya dari 500 orang ada satu yang sudah terinfeksi. Jika dilihat dari data Inner Circle Ratio, maka DIY mendapatkan rangking terburuk kedua setelah DKI Jakarta. Jika dibandingkan secara setara, dari setiap kasus per 1000 orang, maka populasi DIY tertinggi kedua setelah DKI jakarta. Untuk setiap 1000 penduduk setidaknya ditemui dua kasus postif covid-19. Dalam persentase, DIY memegang angka 30,3% yakni tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Banten.
"Kasus per 1000 populasinya DIY itu ternyata ada di nomor dua sepulau jawa setelah DKI Jakarta. Jakarta itu setiap 1000 orang ada 14 yang terpapar, kalau di Jogja 2. Bahkan di indikator ini lebih parah daripada Jatim sama Jateng. Yang selalu kelihatannya buruk," terang Firdza.
Dengan fasilitas kesehatan yang minim, tren kasus aktif terus mengalami peningkatan. Jumlah fasilitas kesehatan rujukan Covid-19 di DIY paling sedikit di antara provinsi lain di Pulau Jawa. Dari 12 laboratorium di DIY beberapa di antaranya sudah mulai membatasi penerimaan sampel. Ada beberapa klaster yang muncul di DIY, yakni klaster keluarga, klaster kantor pemerintahan, klaster pondok pesantren, dan klaster pedagang makanan.
![Data klaster Covid-19 di DIY. [Data Pandemic Talks]](https://media.suara.com/pictures/original/2020/12/20/99591-data-klaster-covid-19-di-diy.jpg)
Menurut Firdza, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai terkait dengan data indikasi pandemi tersebut. Di antaranya ia meminta warga untuk tidak terjebak halusinasi. Secara pribadi dan mewakili Pandemic Talks, Firdza menyarankan jangan hanya terjebak di angka total kasus. Indikator-indikator lainnya seperti kasus aktif juga perlu di pertimbangkan. Meski total kasus di DIY hanya 9.287, jika jumlah rumah sakitnya hanya sedikit akan berpotensi untuk collapse juga.
Baca Juga:Jelang Nataru, COVID-19 di DIY Tembus 9.071 Kasus
"Jangan terlena total kasusnya masih sedikit, kenapa? ya karena total penduduknya memang sedikit," imbuhnya.
Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi DIY untuk membuka keran wisatawan yang datang sata libur natal dan tahun baru dinilai Firdza bertentangan dengan konsep penanganan pandemi. Sebenarnya penanganan pandemi itu sederhana, yakni mengurangi tingkat penularan melalui kebijakan mengurangi mobilitas penduduk sampai 80%.
Dalam kondisi saat ini, Firdza menyarankan warga untuk tidak menambah mobilitas dengan bepergian keluar daerah dan area-area publik lainnya. Masyarakat juga diminta untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman resiko dari pandemi ini. Penerapan protokol kesehatan juga masih harus terus dilakukan. Sebisa mungkin keluar rumah hanya untuk urusan pekerjaan, sementara untuk nongkrong dan komunitas hobi untuk ditunda terlebih dahulu.
Baca utas Firdza soal pandemi di DIY DISINI
Baca Juga:Restu Bumi Kreo, Al Ghazali dan Dul Jaelani Namakan Destinasi Baru di DIY