Siasati Naiknya Harga Kedelai, Produksi Tahu dan Tempe Mamik Dipotong 1 Cm

Sejak kenaikan harga kedelai, jumlah permintaan tahu dan tempe di tempat Mamik anjlok hingga 30 persen.

Galih Priatmojo
Selasa, 05 Januari 2021 | 09:33 WIB
Siasati Naiknya Harga Kedelai, Produksi Tahu dan Tempe Mamik Dipotong 1 Cm
Pemilik pabrik tahu, Suparmin menata puluhan tahu saat ditemui wartawan di wilayah Gunungsaren Lor RT 78, Kalurahan Trimurti, Kapanewon Srandakan, Kabupaten Bantul, Minggu (3/1/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Meroketnya harga kedelai membuat para perajin tahu dan tempe di Kulon Progo harus mengasah akal. Untuk menekan biaya produksi, mereka menyusutkan ukuran produknya. 

Hal tersebut seperti yang dilakukan Mamik Sudiyanto. Salah satu pemilik rumah industri pembuatan tahu dan tempe di Kapanewonan Temon itu terpaksa menyusutkan volume tahu dan tempe produksinya yang semula 5 cm kini jadi 4 cm. 

"Ukurannya kami perkecil, tapi harga di pasar masih tetap sama. Ini kami lakukan untuk menyiasati harga kedelai yang terus naik," kata Mamik seperti dilansir dari Harianjogja.com.

Langkah menyusutkan ukuran produk itu sudah dilakukan Mamik sejak harga kedelai merangkak naik sekitar satu bulan lalu. Kala itu harganya masih normal yakni Rp6.500 per Kg. Namun terus melonjak hingga kini jadi sekitar Rp9.500 per Kg.

Baca Juga:Keluh Kesah Produsen Tahu Tempe, Dilema Kurangi Ukuran hingga Naikkan Harga

Jika langkah menyusutkan ukuran tidak dilakukan, dikhawatirkan usaha keluarga ini bisa bangkrut. Pasalnya kenaikan harga itu juga telah membuat permintaan konsumen anjlok hingga 30 persen.

"Sejak harga naik permintaan anjlok sampai 30 persen," ungkap Mamik.

Rumah industri ini dalam sehari bisa menghabiskan sekitar 82 kg kedelai. Itu meliputi 50 kg untuk pembuatan tahu, 30 kg pembuatan tempe dan sisanya 2 kg untuk pembuatan susu kedelai.

"Yang paling berpengaruh itu tahu dan tempe karena bahan baku utamanya 100 persen dari kedelai, sementara untuk produk susu tidak terlalu berpengaruh," ujar pengusaha yang memasarkan produknya di pasar-pasar tradisional di Temon itu.

Di samping mengecilkan ukuran produk, langkah lain yang dilakukan Mamik untuk menekan biaya produksi adalah dengan membatasi waktu produksi. Dari yang awalnya rutin setiap hari, saat ini diberlakukan sistem libur setiap beberapa hari sekali. Mamik juga menghilangkan cap merek di produk tempe buatanya untuk sementara waktu.

Baca Juga:Perajin Tempe di Malang: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

"Sebelumnya kan plastik produk kami kasih cap stempel merek sendiri, nah sekarang kami biarkan polosan, biar lebih irit," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini