SuaraJogja.id - Seruan anggota Komisi IX Ribka Tjiptaning menolak vaksin Covid-19 ditentang sejumlah pihak. Salah satu kritik untuknya datang dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen.
Pernyataan Ribka bahwa ia memilih membayar denda ketimbang diberi vaksin Covid-19 dianggap berbahaya oleh peneliti Formappi Lucius Karus.
Lucius mengatakan, efek dari pernyataan Ribka makin menguatkan sikap penolakan terhadap vaksin, yang benihnya sudah banyak muncul di tengah masyarakat.
Tak hanya menguatkan sikap penolakan, lanjut Lucius, pernyataan Ribka dinilai hanya akan mengundang kegaduhan antara kelompok yang mendukung vaksin dan kelompok yang menolak vaksin.
Baca Juga:Dinas Kesehatan Kota Batu Memulai Simulasi Vaksin Covid-19
"Kegaduhan tak akan pernah menyelesaikan soal, dan jika seorang anggota DPR seperti Ribka ini hanya bisa menyumbang kegaduhan, maka ia sama sekali tak penting untuk diandalkan sebagai pejuang aspirasi rakyat," kata Lucius kepada Suara.com, Rabu (13/1/2021).
Apalagi, menurut Lucius, pernyataan penolakan vaksin yang diutarakan Ribka hanya berdasarkan apa yang diyakininya sendiri. Ribka dianggap tidak melihat kenyataan soal polemik terkait vaksinasi yang tengah terjadi di tengah masyarakat.
Lucius berujar, sebagai anggota DPR, Ribka semestinya tidak menggunakan keyakinan pribadi dirinya untuk mendukung salah satu kelompok saja, baik pro maupun kontra vaksin, terlebih jika dukungan yang disampaikan Ribka juga tidak memberikan jawaban, melainkan membuat publik makin gaduh.
Ia juga menyoroti sikap Ribka, yang kemudian membawa ranah pribadinya ke dalam rapat di Komisi IX. Ia menilai, Ribka tidak sepatutnya membawa persoalan keluarga yang menolak vaksin ke dalam rapat.
"Jika Ribka dan keluarganya menolak untuk divaksin, maka tak perlu berkoar-koar heboh karena itu hanya sikap pribadi saja. Ruang rapat Komisi IX itu merupakan ruangan untuk membicarakan persoalan rakyat, dan sikap yang harus diperlihatkan anggota harus sejalan dengan fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat," kata Lucius.
Baca Juga:INFOGRAFIS: Sudah Divaksin Masih Berisiko Covid-19. Apa Lagi Tidak Vaksin?
"Enggak bisa masalah rumah tangga anggota DPR menjadi rujukan untuk meyakinkan pemerintah dan juga parlemen dalam mengambil sebuah kebijakan. Jadi saya kira di situ persoalan mendasar kenapa sikap Ribka yang menolak vaksin perlu dikritik," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ribka secara tegas menolak divaksin Covid-19 apa pun jenisnya. Bahkan ia lebih memilih membayar sanksi dengan keluarganya ketimbang harus menerima vaksin. Pernyataan Ribka bertolak belakang dengan langkah Presiden Jokowi, sebagai orang pertama menjalani vaksinasi Covid-19.
"Saya tetap tidak mau divaksin maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 tahun nih, mau semua usia boleh tetap, misalnya pun hidup di DKI semua, anak cucu saya dapat sanksi lima juta, mending gue bayar, mau jual mobil kek," kata Ribka dalam Raker dan RDP di Komisi IX, Kompleks Parlemen, Selasa (12/1/2021).
Alasan Ribka menolaknya berkaitan dengan pernyataan dari PT Bio Farma, yang menyebut belum melakukan uji klinis tahap ketiga. Selain itu, ia juga memiliki pengalaman melihat sejumlah vaksin yang pernah masuk ke Indonesia, tetapi malah memperburuk keadaan.
"Saya ngomong lagi nih di rapat ini ya, vaksin untuk anti-polio malah lumpuh layu di Sukabumi, terus anti-kaki gajah di Majalaya mati 12 [orang]. Karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan [anggaran] Rp1,3 triliun waktu saya ketua komisi. Saya ingat betul itu jangan main-main vaksin ini, jangan main-main," tuturnya.
Kemudian, Ribka kembali menegaskan bahwa dirinya bakal menolak untuk menerima vaksin. Semisal ia dipaksa, maka menurutnya, sikap pemaksaan itu termasuk pelanggaran HAM.