Soroti Pergub Larangan Demo di Malioboro, Ini Catatan Kritis FH UGM

Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 masih menimbulkan polemik.

Galih Priatmojo
Rabu, 17 Februari 2021 | 11:55 WIB
Soroti Pergub Larangan Demo di Malioboro, Ini Catatan Kritis FH UGM
Papan Nama Jalan Malioboro (unsplash/@agto)

SuaraJogja.id - Pada pembuka tahun 2021, Pemda DIY baru saja menerbitkan Peraturan Gubernur atau Pergub terkait pengendalian penyampaian pendapat di muka umum. Belakangan Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 itu mendapatkan kritik dari sejumlah elemen masyarakat termasuk di antaranya mahasiswa dari Fakultas Hukum UGM.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dalam pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka, tertuang aturan bahwa kegiatan penyampaian pendapat dapat dilaksanakan kecuali di sejumlah tempat yang masuk dalam kategori cagar budaya. Diantaranya yakni Istana Negara Gedung Agung, Keraton Yogyakarta hingga kawasan Malioboro.

Terbitnya pergub tersebut di kemudian hari mendapat kritikan dari berbagai pihak, termasuk di antaranya dari akademisi Fakultas Hukum UGM yang tertuang dalam catatan kritis: Tinjauan progresif Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 atas Pembatasan Aspirasi, Aspek Formil dan Materiil.

Salah satu yang disorot yakni soal larangan mengemukakan pendapat di kawasan Malioboro. Dalam kajian tersebut disebutkan bahwa implementasi kebijakan itu mengurangi kebebasan berpendapat di muka umum.

Baca Juga:Menunggak Rp36,57 Miliar, Nakes di DIY Belum Terima Insentif Covid-19

"Pemerintah daerah telah membatasi ruang gerak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi tanpa memberi alternatif lain agar pendapat masyarakat bisa tersalur secara efektif," tulisnya.

Hal lain yang disorot yakni mengenai produk Pergub yang dalam prosesnya sekonyong-konyong muncul. Tidak adanya asas keterbukaan dalam proses penyusunan pergub tersebut kepada masyarakat itulah yang kemudian menimbulkan polemik.

"fungsi demokrasi dalam hal ini tidak berjalan secara optimal. Padahal soal transparansi pembentukan peraturan perundang-undangan sudah tertuang di Pasal 5 UU No. 12 tahun 2011 pada huruf g soal asas keterbukaan," lanjutnya.

Melanggar HAM

Sementara itu terkait kesalahan tersebut, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta atau ARDY yang beranggotakan jaringan masyarakat sipil melaporkan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia karena menerbitkan peraturan gubernur yang berisi larangan unjuk rasa di kawasan Malioboro.

Baca Juga:Jumlah Penduduk Miskin di DIY Meningkat, Lampaui Angka Kemiskinan Nasional

Aliansi yang beranggotakan 78 lembaga non-pemerintah dan individu pro-demokrasi tersebut melaporkan Sultan dengan cara mengirimkan surat bermaterai melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta ke alamat kantor Komnas HAM di Jakarta, Selasa (16/2/2021) kemarin.

Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Ada empat hal yang melanggar HAM.

"Pertama tentang pembatasan kawasan penyampaian pendapat di muka umum. Kedua, ihwal pembatasan waktu penyampaian pendapat di muka umum. Ketiga tentang pembatasan penggunaan pengeras suara. Serta Keempat tentang pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam urusan sipil," jelas Yogi Zul Fadhli seperti dilansir dari lbhyogyakarta.org.

Sebelumnya, ARDY juga telah menyampaikan somasi terkait terbitnya Pergub tersebut hingga kemudian melaporkan Gubernur DIY ke Ombudsman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak