Disinggung dari mana alat ini didapatkan, Hariyadi mengaku kurang begitu mengingat. Namun, dari cerita sesepuh terdahulu yang mendirikan masjid ini, jam bencet didapat dari Malang.
"Jika cerita dari simbah-simbah terdahulu dibawa ke sini oleh santri. Kebetulan para santri selesai mengaji dari Tegalrejo (Malang). Setelah itu diletakkan di masjid ini sebagai penunjuk waktu salat," katanya.
Selain peninggalan jam bencet, masjid tersebut juga masih menjaga sebuah batu hitam berupa Yoni.
Hariyadi menjelaskan sebelum Islam masuk, masyarakat di Kauman masih memeluk agama Hindu. Yoni tersebut digunakan untuk meletakkan sesajen oleh pemeluk agama tersebut.
Baca Juga:Pasar Tiban Buka Lagi, Penjual Takjil Bantul: Ramadan 2021 Lebih Terasa
"Ketika Islam semakin luas dan dibangun masjid ini, Yoni tersebut digunakan oleh Kanjeng Panembahan Bodho untuk ancik-ancikan (pijakan) berwudhu. Karena memiliki nilai sejarah, tetap kami jaga dan dibiarkan berada di sekitar masjid," katanya.
Berbeda dengan jam bencet yang masih berfungsi untuk menunjukkan waktu salat, Yoni hanya dipajang di sisi utara masjid sebagai bagian sejarah.
"Ya intinya peninggalan ini kami berusaha untuk menjaga sejarahnya. Karena terbentuknya masjid ini juga tidak jauh dari sejarah terdahulu," kata Hariyadi.