SuaraJogja.id - Kepala Satpol PP DIY, Noviar Rahmad menyebut jika penambangan pasir di Muara Sungai Opak, Kabupaten Bantul tak memiliki jaminan keamanan. Hal itu terbukti dengan hilangnya satu nyawa penambang yang terseret arus air saat mengeruk pasir.
"Tidak ada jaminan keamanan di wilayah pertambangan ini. Sebelumnya pernah ada yang kecelakaan, satu orang ketemu satu korban lagi tidak ditemukan," terang Noviar ditemui wartawan di Muara Sungai Opak, Senin (19/4/2021).
Peristiwa nahas tersebut, kata Noviar terjadi pada Senin (1/2/2021). Awalnya penambang bernama Suhardi (43) dan Waluyo (53) melakukan penambangan pasir pukul 05.30 WIB.
Keduanya tersapu ombak hingga perahu pengangkut pasir terbalik. Satu orang bernama Suhardi dipastikan hilang. Basarnas DIY juga sudah berupaya mencari korban namun hasilnya nihil.
Baca Juga:Marak Penambangan Pasir Ilegal di Sungai Opak, GKR Hemas: Harus Dihentikan!
Noviar mengatakan meski terjadi kecelakaan laut di lokasi pertambangan tersebut, jumlah penambang terus bertambah.
"Malah jumlah per tahunnya itu selalu bertambah (penambang)," kata dia.
Keluhan serta penolakan masyarakat terhadap penambangan ilegal itu sudah sejak lama digaungkan. Noviar mengaku sudah melakukan pendekatan terhadap perangkat Kapanewon, namun selalu tak menemukan solusi.
"Artinya dari penolakan warga kemarin kami bisa lebih mudah mengawasi. Namun untuk penindakan kami serahkan kepada polisi," terang dia.
Noviar tak menampik, penambang pasir terkesan kucing-kucingan dengan perangkat Kalurahan dan juga Satpol PP. Sebelumnya lokasi masuk penambangan pernah ditutup oleh Dukuh Karang. Meski telah ditutup penambang masih nekat masuk.
Baca Juga:Tolak Tambang Pasir Ilegal di Sungai Opak, Warga Lakukan Aksi Bakar Sampah
"Mereka kadang datang pada malam hari jadi sulit diawasi. Selain itu lokasi masuk ke tempat pertambangan juga sempat ditutup, tapi penambang datang dari tengah laut," ujar dia.
Satpol PP kata Noviar hanya berwenang untuk mengawasi. Merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2018 Satpol PP tak bisa memberikan sanksi.
"Jadi ada dua persoalan dan melanggar Perda, pertama tak ada izin penambangan, kedua karena melakukan penambangan di atas tanah SG," katanya.