Melihat Indahnya Akulturasi Islam Hindu di Masjid Gedhe Mataram Kotagede

toleransi antarumat beragama tercermin dari bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 25 April 2021 | 11:50 WIB
Melihat Indahnya Akulturasi Islam Hindu di Masjid Gedhe Mataram Kotagede
Salah seorang warga sedang salat di samping bedug berusia ratusan tahun di Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Sabtu (24/4/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Berkat pesan Sunan Kalijaga yang diteruskan kepada Kanjeng Panembahan Senopati itu juga, kata Warisman, terdapat banyak makna dan filosofi di dalam setiap sudut gerbang masjid itu. Sehingga memang semua itu tidak diperkenankan untuk diubah.

"Bahwa walaupun bangunan itu berupa Hindu, namun punya filosofi dan makna yang itu tidak boleh diubah hingga sekarang. Kecuali kalau roboh lalu diperbaiki. Akulturasi Islam dan Hindu saling kerjasama dalam membangun masjid," ungkapnya.

Selain dengan kerjasama dan toleransi antar umat beragama saat itu, akulturasi dalam Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini punya maksud atau tujuan lain.

Disebutkan Warisman bahwa kala itu penyampaian ajaran Islam atau syiar tidak bisa secara mudah diterima oleh masyarakat. Pasalnya kepercayaan masyarakat yang mayoritas saat itu adalah animisme dan dinamisme juga berperan.

Baca Juga:Kisah Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Sarat Nilai Sejarah dan Filosofis

Maka dipilihlah simbol dan gambar-gambar di sekitar kompleks masjid itu menjadi salah satu cara mengenalkan ajaran Islam. Jika sebelumnya syiar itu telah digunakan oleh Sunan Kalijaga maka Padukuhan Mataram turut mengadaptasi cara tersebut.

"Bentuk yang ada di masjid ini sebagai simbol untuk mengajarkan agama Islam tempo dulu. Karena dulu kalau mengajarkan Islam dengan dalil Qur'an dan hadist susah diterima tapi karena dengan simbol kaitannya animisme maka lebih mudah diterima," terangnya.

Kendati begitu berbagai macam simbol yang ada itu tetap diambil dari Qur'an dan hadist. Perkembangan zaman membuat bangunan masjid pun ikut berkembang.

Awalnya hanya bangunan sederhana lalu bertambah dengan keberadaan serambi hingga halaman masjid yang cukup luas. Sermabi masjid pun terus berkembang pesat termasuk pada tahun 1611 atau dalam era Sultan Agung.

Tidak hanya bagunan masjid atau gapura saja yang sudah berusia sangat tua. Namun bedug Masjid Gedhe Mataram Kotagede pun juga sudah berusia ratusan tahun.

Baca Juga:Akun IG Gangster Jogja Resahkan Publik, Berhubungan dengan Klitih Kotagede?

Bedug itu dibuat oleh Sunan Kalijaga dengan memanfaatkan kayu dari pohon besar yang ditemuinya saat perjalanan melewati wilayah Kulon Progo.

Tertarik dengan kayu dari pohon tersebut Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan untuk meminta untuk diantar guna membuat kerangka bedug.

"Kayunya [bedug] itu didapat saat Sunan Kalijaga mengembara dan lewat daerah Kulon Progo. Saat perjalanan lihat pohon besar yang diketahui milik Kyai Pringgit atau Nyai Brintik. Lalu akhirnya diminta untuk kayu tersebut diantar ke Mataram untuk dibuat kerangka bedug," tandasnya.

Bahkan kata Warisman, bedug tersebut lebih tua daripada serambi masjid itu sendiri. Selisih sedikit dengan usia pembangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede.

"Karena dulu tidak dicatat tahun-tahunnya sehingga usianya tidak jelas. Yang jelas setelah masjidnya ada baru tidak lama bedug itu ada. Ya sekitar 434 tahun," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak