Kisah Warga Lapas Cebongan Mencari Tuhan, 4 Bulan Mualaf Ingin Jadi Hafidz

Sejumlah penghuni Lapas Kelas II B Cebongan Sleman bercerita tentang jalan mereka menemukan Tuhan

Galih Priatmojo
Rabu, 05 Mei 2021 | 17:24 WIB
Kisah Warga Lapas Cebongan Mencari Tuhan, 4 Bulan Mualaf Ingin Jadi Hafidz
Seorang warga binaan Lapas Kelas II B Cebongan sedang praktik salat, di masjid Lapas, Rabu (5/5/2021). (kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Jalan hidup seseorang terkadang seperti laju sebuah roller coaster yang bisa sewaktu-waktu naik kemudian tetiba melaju turun dengan begitu cepat. Situasi tersebut seperti yang dirasakan salah satu penghuni Lapas Kelas II B Cebongan Sleman, berinisial AS (36) yang menjalani hidup sebagai seorang mualaf.

 Keputusan AS menjadi mualaf terhitung semenjak ia mendekam di Lapas Cebongan selama delapan bulan lalu. Ia mengaku keputusan untuk mualaf bukan karena ikut-ikutan atau didorong oleh teman satu selnya. Melainkan kesadaran AS pribadi, yang dipicu dilematika spiritualitasnya, saat ia masih bisa menghirup kehidupan bebas di luar jeruji besi.

"Sebelum masuk ke sini, saya ibarat tidak punya agama. Muncul keinginan untuk masuk Islam. Lalu setelah masuk sini [lapas], menjalani kehidupan di sini, masuk Islam," kata dia, kala dijumpai di teras masjid Lapas, Rabu (5/5/2021).

Benar-benar memulai menjadi seorang muslim dari nol, AS merasa kini dirinya punya pedoman hidup, punya tujuan hidup dan lebih tenang.

Baca Juga:Tak Ada Overcapacity, Jumlah Warga Binaan Lapas Cebongan Turun Saat Pandemi

Seorang warga binaan Lapas Kelas II B Cebongan sedang praktik salat, di masjid Lapas, Rabu (5/5/2021). (kontributor/uli febriarni)
Seorang warga binaan Lapas Kelas II B Cebongan sedang praktik salat, di masjid Lapas, Rabu (5/5/2021). (kontributor/uli febriarni)

AS, yang sempat mengenyam bangku kuliah di sebuah kampus swasta Sleman itu punya tekad. Bila kelak ia keluar dari Lapas, ia ingin benar-benar jauh dari tabiat yang dulu. Karena AS memandang, menjadi seorang muslim maka sudah paham, apa-apa yang dilarang dan apa-apa yang diperintahkan oleh Tuhan.

Ia berharap, setiap masing-masing orang bisa beribadah dan mendekatkan diri pada Tuhan. Agar secara tidak langsung, bisa menimbulkan kontrol diri untuk menjauh dari tindak kejahatan.

"Mau mencuri ingat Allah, maka tidak jadi mencuri," kata AS yang bertambah usia tiap 5 September ini.

Setelah memeluk Islam, AS ingin terus memperbaiki diri. Hari ke hari ia harus semakin baik. Maka, ia memilih untuk belajar salat dan belajar mengaji.

AS mau tak mau, harus belajar Al Quran dari nol. Bahkan ia sudah berhasil lulus enam jilid Iqro'.

Baca Juga:Petugas Gabungan Gelar Razia di Lapas Cebongan, Ini yang Ditemukan

Tak gengsi ia mengakui, ada kesulitan yang ditemui saat mempelajari huruf-huruf Al Quran. Salah satunya membaca panjang pendek huruf. Tapi ia punya cita-cita, setelah jago membaca iqro', maka  ia akan membaca Al Quran.

"Saya ingin cepat khatam Al Quran," ujar AS, matanya berbinar saat berbicara kali ini.

Lelaki yang sudah pernah merantau ke sejumlah tempat di luar Pulau Jawa itu mengingat-ingat. Bahwa ada pengalaman emosional tersendiri yang ia rasakan kala mempelajari huruf hijayah.

"Susah untuk menghafalnya, selain itu ada panjang pendek. Saya sempat mikir 'Kenapa to kok harus panjang pendek?', Sempat hampir putus asa," kata dia. 

Kesulitan dan tantangan itu, nyatanya tak mengendurkan semangat AS. Ia terus mempelajari huruf hijayah dan memfasihkan lafal. Sebab ia tahu, membaca iqro' begitu mengena batinnya, membuatnya tenang.

Setelah belajar iqro', AS mengikutinya dengan belajar salat dan hafalan surah pendek. Rasa tenang semakin memenuhi batinnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak