Menengok Skena Ayam Goreng Jogja: Dari Mbok Berek, Jogchik Hingga Geprek

skena ayam goreng Jogja konon diawali dari ayam goreng mbok berek hingga kini muncul ayam geprek Bu Rum.

Galih Priatmojo
Jum'at, 25 Juni 2021 | 09:38 WIB
Menengok Skena Ayam Goreng Jogja: Dari Mbok Berek, Jogchik Hingga Geprek
ilustrasi skena ayam goreng Jogja. [Iqbal Asaputro / ilustrator suara.com]

SuaraJogja.id - Apa yang sanggup mempemersatukan bangsa Indonesia selain Tante Ernie dan batminton? Ayam goreng katanya. Begitu celetuk salah seorang kawan di tengah obrolan receh menjelang maghrib di sebuah kedai kopi.

Demi meyakinkan argumennya, ia kemudian menyodorkan tangkapan layar di telpon selulernya bab hasil ranking yang dirilis salah satu aplikasi layanan pesan-antar terbesar di tanah air.

Yup, dari data yang disampaikan Head of Marketing Grabfood Grab Indonesia, Hadi Surya beberapa waktu lalu, olahan menu ayam goreng merupakan menu yang paling digandrungi di sepanjang tahun 2020.

Tapi bukan cuma lidah bangsa Indonesia saja yang disatukan lewat sepotong ayam goreng. Turis yang singgah dan berwisata di Indonesia nyatanya juga demen lho mengunyah olahan ayam yang diguyur minyak panas hingga berwarna kuning keemasan ini. Hal itu merujuk ulasan Taste Atlas bertajuk 10 kuliner di Indonesia yang populer di tiap destinasi wisata.

Baca Juga:Terkait Pajak, Ayam Geprek Bensu Disegel Pemkot Bandar Lampung

Jogja sebagai satu di antara jajaran destinasi wisata populer di Indonesia memiliki beragam olahan ayam goreng yang sarat historis yang bahkan jadi barometer skena ayam goreng di nusantara.

Sebelum beranjak jauh menengok skena ayam goreng di Jogja, kuliner yang satu ini punya ikatan emosional yang telah terbangun sejak ribuan tahun silam dengan manusia.

Di India sajian ayam dahulu merupakan menu sakral sebagai kurban sajian para dewa. Sementara bagian lain dari olahan ayam tersebut oleh para pendeta diolah sebagai menu makanan.

Eropa juga telah lama mengenal sajian kuliner ayam. Sekitar abad ke-14 olahan ini bahkan jadi hidangan nan mewah di beberapa wilayah seperti di Austria, Amerika hingga Inggris yang disajikan bersama sepiala anggur.

Berjarak ribuan mil ke selatan, tepatnya di wilayah nusantara, olahan kuliner ayam juga sudah jamak dikenal. Dalam serat Centhini karya Sunan Paku Buwana V periode 1820-1823, kuliner ayam kerap disajikan sebagai hidangan untuk menjamu tamu di Jawa.

Baca Juga:Niat Jual Harga Rp2.000 per Porsi, Wujud Nasi Ayam Geprek Ini Bikin Publik Ngelus Dada

Menukil dari salah satu kisah Serat Centhini bertajuk Ki Damarjati, Kepala Desa Prawata bagian 30 Menyiapkan Jamuan diceritakan ketika kedatangan Raden Jayengresmi dengan Gatak Gatuk ke Desa Prawata, Ki Damarjati menyuruh anak istrinya untuk menyiapkan beragam sajian. Salah satu yang dihidangkan yakni ayam goreng betina yang disertai acar bawang putih serta mentimun.

Di Jogja, mengolah ayam goreng juga telah menjadi tradisi sejak lampau. Tanpa bermaksud mengesampingkan para peracik olahan ayam goreng lainnya, konon ayam goreng Mbok Berek disebut sebagai pionir yang mengawali skena kuliner tersebut di Jogja.

Dari Panggang Beralih Goreng

Generasi kelima dari trah ayam goreng Mbok Berek, Agus Yanto mengisahkan sang leluhur Ronodikromo telah mulai merintis kuliner ayam pada titimangsa 1790an.

"Leluhur kami dulu itu merupakan petani. Suatu hari beliau berinisiatif untuk membuat kuliner olahan ayam. Mulanya saat itu yang dibuat ayam panggang," terangnya.

Nama Mbok Berek bermuasal dari kebiasaan Ronodikromo menggendong anak sulungnya Ronopawiro saat memasak olahan ayam di dapur.

ilustrasi ayam goreng mbok berek. [bookprimera.com]
ilustrasi ayam goreng mbok berek. [bookprimera.com]

"Dulu beliau itu kalo memasak sambil menggendong anak sulungnya Ronopawiro. Nah setelah selesai memanggang si anak ini ditaruh di tempat tidur lalu beliau berangkat ke arah stasiun. Setiap mau berangkat anak ini selalu merengek ingin ikut. Kebiasaan merengek itu dalam bahasa Jawa disebut berak berek. Dari situ si kecil itu dijuluki si berek. Akhirnya setelah itu dari mulut ke mulut dikenal namanya ayam mbok berek atau ibunya si berek," urainya.

Agus menyebut gerai pertama ayam goreng Mbok Berek tercatat sudah berdiri pada 1928 di kawasan Kalasan, Sleman saat ini.

Topping Krispi ala Nyonya Suharti

Bergulirnya waktu, kuliner ayam goreng Mbok Berek mulai populer semenjak kemunculan ayam goreng Mbok Berek Nyonya Suharti. Di masanya inilah kemudian muncul istilah ayam goreng kremes yang bermuasal dari adonan tepung dan telur yang digoreng lalu ditabur di atas ayam.

"Nyonya Suharti ini merupakan generasi ketiga dari Mbok Berek. Di era beliau ayam goreng dimodifikasi dengan tambahan kremes. Itu ayam goreng kremes pertama di Indonesia," klaimnya.

Ayam goreng Nyonya Suharti mulai merintis usaha kuliner ayam goreng pada 1962 bersama suaminya.

Belakangan setelah sukses ia kemudian melepaskan diri dari nama Mbok Berek dan menggunakan nama pribadi sebagai merek Nyonya Suharti pada 1972.

Namun, di kemudian hari usaha kuliner ayam goreng Nyonya Suharti pecah kongsi seiring dengan berpisahnya Suharti dengan sang suami. Dimana saat ini muncul gerai dengan nama ayam goreng Suharti dan ayam goreng Nyonya Suharti.

Geng Kalasan

Kalau Kapten Sanders punya Kalifornia sebagai tonggak meledaknya kultur ayam goreng krispi yang hits hingga kini, Jogja punya Kalasan yang membesarkan skena ayam goreng khas nusantara.

Munculnya geng ayam goreng Kalasan tentu tak bisa dilepaskan dari kehadiran olahan ayam goreng racikan Mbok Berek.

Di sebuah dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kalasan inilah kedai ayam goreng Mbok Berek di tahun 1952 mengawali zaman keemasannya. Kepopuleran tersebut menjadi tuah bagi warga sekitar karena banyak yang terserap sebagai pekerja di kedai Mbok Berek.

Tapi pada tahun 1960-an rumah makan yang konon pernah disinggahi oleh Presiden Soekarno tersebut bangkrut. Warga Candisari tak lagi bekerja di sana kemudian memproduksi dan memasarkan sendiri ayam gorengnya.

Dengan masih menyertakan cita rasa ayam goreng yang serupa dengan Mbok Berek, perlahan produksi rumahan para warga di Kalasan itu makin banyak peminatnya.

Tiap lebaran, pengrajin ayam goreng di Kalasan nyaris tak pernah sepi orderan ayam goreng. Pesanan tak cuma datang dari kawasan Jogja tetapi sudah merambah hingga Klaten, Solo dan Semarang.

Serbuan Ayam Goreng Krispi Lokal

Ekspansi pop culture yang mulai masuk ke Indonesia sekira awal tahun 70-an tak hanya berpengaruh terhadap gaya berpakaian hingga warna musik, tetapi juga merevolusi per-kuliner-an ayam goreng dengan kehadiran gerai KFC.

Semenjak saat itu, lidah masyarakat Indonesia makin terbiasa dengan cita rasa ayam goreng yang dilumuri tepung krispi.

Dalam perkembangannya, gerai-gerai yang menyediakan menu ayam goreng tepung krispi dengan wajah lokal mulai bertumbuh. Di Jogja gerai ayam goreng tepung krispi yang dianggap sebagai penanda zamannya yakni Yogya Chicken.

Gerai yang menyediakan ayam goreng tepung krispi dengan rasa lokal ini berdiri pada 1997 silam menjelang krisis moneter.

Kehadirannya yang menonjolkan wajah lokal mendapat sambutan positif para pecinta menu ayam goreng di Jogja. Mengangkat lokalitas plus sasaran segmennya menengah ke bawah meruntuhkan mitos pride menu serupa yang biasa dijumpai di KFC dan sebangsanya.

Belakangan, produk ayam goreng tepung krispi dengan beragam merek pun bermunculan di Jogja. Sebut saja Quick Chicken, Olive Chicken, Popeye Chicken hingga Rocket Chicken.

Geprek Geprek

Kuliner yang satu ini bisa dibilang sebagai pendobrak dari jumudnya menu ayam goreng tepung krispi yang itu-itu saja.

Kalau di musik ada subgenre noise music yang disebut-sebut sebagai pelestari roh dadaisme, ayam geprek sepertinya tak salah jika diinterpretasikan sebagai menu yang serupa.

Apabila pengusung musik yang segaris dengan paham dadaisme ada Dilly Dally hingga Frau, nah gerakan ayam geprek ini punya sosok Bu Rum sebagai pionirnya.

Di tangan Bu Rum, olahan ayam goreng tepung nan renyah itu dihajar menggunakan ulekan atau sebutannya digeprek bersamaan dengan adonan sambal bawang yang bercita rasa pedas.

Ilustrasi ayam geprek Jogja - (Suara.com/Ema Rohimah)
Ilustrasi ayam geprek Jogja - (Suara.com/Ema Rohimah)

Menu eksperimental yang memadukan antara ayam goreng bercita rasa renyah dengan sambal itu pun seketika jadi primadona. Tak hanya di Jogja, menu ayam geprek bahkan digandrungi hingga ke penjuru kota lainnya.

Pemerhati kuliner Hugo Sistha Prabangkara mengungkapkan, melihat perkembangan kuliner ayam khususnya di Jogja ini cukup menarik disimak.

Bisa dibilang kuliner ayam baik di Jogja khususnya maupun di wilayah Jawa lainnya kini itu mengalami pergeseran budaya dimana ayam dahulu merupakan kuliner mewah nan sakral, saat ini jadi kuliner yang murah meriah dan mudah dijangkau.

"Dahulu ayam itu kerap disajikan sebagai salah satu menu wajib untuk sesembahan atau sesaji. Olahan ayam goreng atau ayam bacem jadi sajian istimewa. Tapi ada pergeseran sekarang jadi mudah dijangkau masyarakat," katanya.

Lebih lanjut ia melihat bagi masyarakat Jogja, pergeseran olahan kuliner ayam tersebut tak sepenuhnya bersifat destruktif. Ia menyebut bahwa sudah sejak lama lidah masyarakat Jogja itu mudah beradaptasi dengan hal-hal baru.

"Lidah orang Jogja itu udah chaos sejak lama, artinya sangat mudah menyesuaikan dengan datangnya hal-hal baru. Termasuk apabila dulu ayam disajikan goreng biasa, kini bisa dinikmati dengan variasi krispi ataupun digeprek," tambah lulusan Universitas Sanata Dharma tersebut.

Ia juga menambahkan, munculnya kultur sajian cepat saji seperti yang dipraktikkan KFC yang kemudian diadaptasi oleh skena ayam goreng krispi lokal toh nyatanya tak mengubah keintiman cara makan masyarakat Jogja.

"Kalau di warung-warung ayam tradisional Jogja kerap ditemui sebagai ajang kumpul keluarga makan bersama, nah muncul persepsi itu hilang ketika muncul konsep sajian cepat saji. Tapi sebetulnya tidak sepenuhnya tepat. Keintiman makan bersama itu di gerai ayam krispi lokal masih bisa terlihat kok," tukasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini