LBHI: Aturan Pendidikan Khusus Jangan Hambat Penyandang Disabilitas ke Sekolah Inklusi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta mengatakan, tidak ada yang melarang untuk mengatur kewenangan terkait pendidikan khusus.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 22 September 2021 | 08:58 WIB
LBHI: Aturan Pendidikan Khusus Jangan Hambat Penyandang Disabilitas ke Sekolah Inklusi
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Independent Legal Aid Institute atau Lembaga Bantuan Hukum Independen menyatakan perlunya aspek kehidupan yang semakin inklusif di masa sekarang dan ke depan. Termasuk salah satunya pemenuhan hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta mengatakan, tidak ada yang melarang untuk mengatur kewenangan terkait pendidikan khusus. Namun yang tidak dibenarkan adalah saat eksistensi kewenangan atau aturan itu justru menghambat para penyandang disabilitas.

Terlebih dalam hal ini, saat para penyandang disabilitas ingin mengenyam pendidikan yang inklusif.

"Pendidikan khusus karena itu menjadi kewenangan (pemerintah provinsi) silakan diatur dan itu tetep ada. Tetapi eksistensinya itu enggak boleh, jangan sampai menghambat teman-teman difabel itu kesulitan ketika mereka akan ke sekolah inklusif," kata Winarta kepada awak media di Kantor Komite Disabilitas DIY, Selasa (21/9/2021).

Baca Juga:Diduga Jadi Sasaran Teror Bom Molotov, LBH Jogja Sebut Ada Kaitan dengan Kasus Struktural

Menurutnya setiap masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan dan menentukan pendidikannya. Dalam arti bebas untuk memilih sekolah yang dikehendaki.

Sudah seharusnya tidak ada larangan terkait dengan pemilihan sekolah itu. Baik anak-anak difabel yang ingin bersekolah di sekolah khusus maupun reguler yang inklusif.

"Karena pendidikan itu kan pilihan mau sekolah dimana ya terserah. Kita juga enggak bisa melarang kalau ada anak yang mau ke sekolah khusus. Tapi juga jangan melarang kalau ada yang ingin ke sekolah inklusif," ucapnya.

Pemberian kebebasan itu dapat dipahami sebagai salah satu pemenuhan hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Selain itu adanya perbedaan kurikulum juga perlu diperhatikan agar bisa mengoptimalkan kemampuan anak-anak.

"Jadi harus memberi kebebasan pada semua dan kita semua tahu kan kalau hanya di sekolah khusus kesempatan untuk menikmati hak-hak yang lain itu juga sangat terbatas karena kurikulum pendidikan sudah beda," tuturnya.

Baca Juga:Polresta Sudah Olah TKP di Kantor LBH Jogja, Barang-Barang Ini Diamankan

Padahal, saat ini masyarakat mendambakan kehidupan yang semakin inklusif. Termasuk juga pada kesempatan-kesempatan lain dalam hal pendidikan.

Maka dari itu, tidak semua bisa lantas dikungkung hanya di sekolah khusus saja. Tetapi juga diperlukan opsi lain untuk memperluas kesempatan itu salah satunya di sekolah inklusif.

"Kalau dia bercita-cita menjadi dokter misalnya kalau dia bersekolah di sekolah khusus kan kesempatannya jadi sempit gitu. Itu kan karena kurikulumnya beda. Kecuali kemudian dia di sekolah inklusi itu akan semakin terbuka luas," terangnya.

Saat ini, kata Winarta, sejawatnya tengah memprioritaskan bagaimana pendidikan inklusi itu dapat lebih diimplementasikan atau berjalan.

Seperti yang telah dideklarasikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 12 Desember 2014 silam, mengenai DIY sebagai daerah pendidikan inklusi. Saat itu Sultan juga telah menyatakan bahwa tidak boleh ada sekolah di DIY yang menolak difabel untuk masuk.

"Memang sekarang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu sudah ada kuota untuk difabel itu diterima diproses PPDB. Tapi kalau kita membaca ke dalamannya, tiap tahun ajaran baru selalu muncul masalah terkait dengan itu. Banyak sekolah itu nggak siap. Kenapa enggak siap? Karena enggak disiapkan. Ada kuota di PPDB tapi sekolahnya enggak siap," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak