Tidak sedikit, kata Winarta, temuan yang tidak sesuai dengan aturan di undang-undang. Khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan sekolah di dekat tempat tinggalnya.
"Banyak temuan juga dan seharusnya juga sesuai Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 difabel itu harus difasilitasi mendapatkan sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggalnya, itu kewajiban. Tapi enggak dipenuhi, beberapa kasus itu akhirnya anak harus sekolah di lintas kabupaten lain. Karena di sekolah terdekatnya sendiri tidak mefasilitasi pembelajaran inklusif," paparnya.
Sehingga dalam kasus ini sekaligus juga menanggapi rencana pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Khusus oleh DPRD DIY, disampaikan Winarta bahwa ugensi sekarang adalah mempersiapkan satuan pendidikan itu untuk inklusif. Bukan justru mengesahkan tentang pendidikan khusus.
"Pendidkkan khusus, sekolah luar biasa itu sudah ada sejak dulu. Nah sekarang yang ke depan itu bagaimana difabel itu lebih punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah-rekolah reguler atau sekolah umum," ucapnya.
Baca Juga:Diduga Jadi Sasaran Teror Bom Molotov, LBH Jogja Sebut Ada Kaitan dengan Kasus Struktural
Sehingga ia menilai Dewan dalam hal ini melupakan atau melewatkan urgensi tersebut. Malah justru berfokus di usulan Raperda Pendidikan Khusus.
"Jadi jauh panggang dari api. Tidak menjawab persoalan riil yang diperlukan atau harus diselesaikan terkait dengan hak pendidikan teman-teman difabel. Justru menyusun pendidikan khusus yang tidak disusun perda aja pendidikan khusus itu tetap ada," pungkasnya.