LBHI: Aturan Pendidikan Khusus Jangan Hambat Penyandang Disabilitas ke Sekolah Inklusi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta mengatakan, tidak ada yang melarang untuk mengatur kewenangan terkait pendidikan khusus.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 22 September 2021 | 08:58 WIB
LBHI: Aturan Pendidikan Khusus Jangan Hambat Penyandang Disabilitas ke Sekolah Inklusi
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

Maka dari itu, tidak semua bisa lantas dikungkung hanya di sekolah khusus saja. Tetapi juga diperlukan opsi lain untuk memperluas kesempatan itu salah satunya di sekolah inklusif.

"Kalau dia bercita-cita menjadi dokter misalnya kalau dia bersekolah di sekolah khusus kan kesempatannya jadi sempit gitu. Itu kan karena kurikulumnya beda. Kecuali kemudian dia di sekolah inklusi itu akan semakin terbuka luas," terangnya.

Saat ini, kata Winarta, sejawatnya tengah memprioritaskan bagaimana pendidikan inklusi itu dapat lebih diimplementasikan atau berjalan.

Seperti yang telah dideklarasikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 12 Desember 2014 silam, mengenai DIY sebagai daerah pendidikan inklusi. Saat itu Sultan juga telah menyatakan bahwa tidak boleh ada sekolah di DIY yang menolak difabel untuk masuk.

Baca Juga:Diduga Jadi Sasaran Teror Bom Molotov, LBH Jogja Sebut Ada Kaitan dengan Kasus Struktural

"Memang sekarang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu sudah ada kuota untuk difabel itu diterima diproses PPDB. Tapi kalau kita membaca ke dalamannya, tiap tahun ajaran baru selalu muncul masalah terkait dengan itu. Banyak sekolah itu nggak siap. Kenapa enggak siap? Karena enggak disiapkan. Ada kuota di PPDB tapi sekolahnya enggak siap," tegasnya.

Tidak sedikit, kata Winarta, temuan yang tidak sesuai dengan aturan di undang-undang. Khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan sekolah di dekat tempat tinggalnya.

"Banyak temuan juga dan seharusnya juga sesuai Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 difabel itu harus difasilitasi mendapatkan sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggalnya, itu kewajiban. Tapi enggak dipenuhi, beberapa kasus itu akhirnya anak harus sekolah di lintas kabupaten lain. Karena di sekolah terdekatnya sendiri tidak mefasilitasi pembelajaran inklusif," paparnya.

Sehingga dalam kasus ini sekaligus juga menanggapi rencana pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Khusus oleh DPRD DIY, disampaikan Winarta bahwa ugensi sekarang adalah mempersiapkan satuan pendidikan itu untuk inklusif. Bukan justru mengesahkan tentang pendidikan khusus.

"Pendidkkan khusus, sekolah luar biasa itu sudah ada sejak dulu. Nah sekarang yang ke depan itu bagaimana difabel itu lebih punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah-rekolah reguler atau sekolah umum," ucapnya.

Baca Juga:Polresta Sudah Olah TKP di Kantor LBH Jogja, Barang-Barang Ini Diamankan

Sehingga ia menilai Dewan dalam hal ini melupakan atau melewatkan urgensi tersebut. Malah justru berfokus di usulan Raperda Pendidikan Khusus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak