SuaraJogja.id - Polres Bantul mengaku kecolongan terkait adanya temuan Bareskrim Polri soal pabrik obat terlarang terbesar di Indonesia di wilayahnya. Seperti diketahui, salah satu pabrik obat terlarang berada di Jalan PGRI I Sonosewu No.158, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul.
"Kalau dibilang kecolongan juga iya, ini koreksi buat kami, tidak hanya polres bantul tapi aparat pemerintah di Bantul," kata Kapolres Bantul AKBP Ihsan pada Rabu (29/9/2021)
Ia menyebutkan bahwa pengawasan terhadap gudang bukan sepenuhnya tugas polisi. Pasalnya, tidak semua personelnya ada di seluruh wilayah Bumi Projotamansari. Pengawasan dari pemerintah daerah pun juga dibutuhkan.
"Supaya tidak kecolongan, ke depannya akan dilakukan pendataan. Termasuk informasi dari masyarakat, saya minta masyarakat aware atau peduli dengan lingkungannya," pintanya.
Baca Juga:Kejar Cakupan Vaksinasi Hingga 80 Persen, Pemkab Bantul Lakukan Taktik Ini
"Mungkin mereka tahu tapi tidak melapor ke kami. Kalau ada yang mencurigakan silakan lapor ke polsek, koramil, dan kalurahan," terangnya.
Pihaknya pun sudah mengadakan rapat dengan Pemkab Bantul guna mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang. Karena itu, nantinya akan mendata terhadap gudang-gudang yang ada di Bumi Projotamansari.
"Kami sudah melaksanakan rapat dengan Pemkab Bantul. Nanti bhabinkamtibmas, babinsa, dan jagabaya untuk mengecek tempat-tempat yang terindikasi digunakan untuk penyimpanan barang-barang terlarang," katanya.
Selain itu juga akan dicek kegiatan, produksinya, termasuk perizinan-perizinan yang ada, sehingga tidak terulang. Ia mengatakan kejadian ini memang miris karena sudah tiga tahun lebih.
Terkait pola kerja pembuatan obat psikotropika, katanya, pekerja bekerja normal seperti biasa kerja mulai pagi hari dan saat malam hari pekerjanya istirahat. . Kendati demikian, diakuinya, saat proses produksi memang dikondisikan tidak berisik.
Baca Juga:SD di Bantul Mulai PTM, Siswa Akan Diberi Masker Gratis
"Di ruangan pembuatan obat itu diberi peredam. Jadi dari luar tidak terdengar suara mesinnya," ujar dia.
Untuk mengelabui agar tidak terdeteksi aparat penegak hukum, lokasi pabrik berada di gudang paling belakang. Sedangkan di bagian depan untuk menyimpan barang-barang.
"Di dalamnya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terdeteksi oleh aparat pemerintah dan aparat penegak hukum apabila dicek," katanya.
Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan, operasi ini merupakan rangkaian kegiatan kepolisian yang ditingkatkan dengan sandi anti pil koplo 2021. Adapun targetnya ialah obat keras dan berbahaya beserta pengedarnya.
"Tentunya dari kegiatan ini, sekitar tanggal 13-15 September berhasil mengungkap para pengedar gelap obat-obat keras dan psikotropika. Sebanyak delapan pelaku ditangkap, di mana barang bukti yang disita kurang lebih lima juta butir pil obat terlarang," ungkapnya.
Lima juta butir pil tersebut meliputi Hexymer, Trihex, Tramadol, Alprazolam, DMP, dan double L. Pil-pil itu diperoleh dari berbagai TKP yakni Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jakarta Timur.
"Didapatnya dari lima lokasi berbeda," katanya.
Bermodalkan pengungkapan itu, sambungnya, maka tim dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mendapat petunjuk bahwa pabrik pembuatan obat keras dan berbahaya ini ada di Bantul.
"Ternyata setelah didalami bahwa obat-obat tersebut di tempat ini dan sudah beroperasi sejak 2018 lalu. Obat yang dihasilkan dalam sehari sekitar dua juta butir obat," jelas dia.