SuaraJogja.id - Menteri Keuangan (menkeu) Sri Mulyan menyebutkan realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih rendah sampai September 2021. Bahkan penyerapan anggaran DIY paling rendah se-Indonesia sekitar 20,39 persen.
Kondisi ini dikarenakan pengaruh tingginya penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mencapai 76,45 persen. Namun program ini tidak dibarengi dengan serapan belanja yang tinggi.
Menanggapi laporan ini, Pemda DIY menolak jika disebut rendah keterserapan anggarannya. Ada sejumlah daerah lain yang berada dibawah DIY dalam belanja daerah pada tahun ini.
Laporan yang masuk ke Kementerian Keuangan disebut tidak sesuai dengan kondisi di DIY. Sebab keterserapan anggaran belanja di DIY hingga saat ini sudah mencapai lebih dari 50 persen.
Baca Juga:Ombudsman Minta Pemda DIY Tindaklanjuti Soal Temuan Maladministrasi Pada Pergub No 1 2021
Persoalan ini terjadi karena masalah teknis dalam pengiriman laporan di sistem yang masuk ke Kementerian Keuangan. Pemda DIY tidak bisa mengirimkan data ke sistem hingga penutupan sistem pada 10 Oktober 2021 lalu.
"Kita kemarin sudah cek terkait mekanisme di aplikasi dan sudah coba dibetulkan karena ada gangguan teknis di pelaporan apbd. Realisasi [belanja daerah] tidak seperti itu [yang disampaikan menkeu," ujar Sekda DIY, Baskara Aji di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (26/10/2021).
Menurut Aji, selama ini Pemda DIY menggulirkan APBD untuk berbagai program selama pandemi COVID-19 ini. Pemda juga mengalokasikan anggaran dari dana desa dan dana keistimewaan yang diterima untuk berbagai program dengan total anggaran sekitar RP 60 Triliun.
Pada triwulan ketiga lalu, keterserapan anggaran di DIY cukup tinggi dan diatas rata-rata nasional. Karenanya tidak mungkin saat ini turun drastis menjadi yang terendah karena belanja anggaran masih terus dilakukan.
"Jadi kita bukan yang terendah [keterserapan anggaran], tapi juga bukan yang tertinggi," tandasnya.
Baca Juga:Sebagian Besar Tempat Wisata Masih Tutup, SBSI Minta Pemda DIY Buat Kebijakan Pembukaan
Ditambahkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santoso, pihaknya sudah mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan untuk laporan APBD ke Kemenkeu. Namun saat akan dikirim pada bata akhir pengiriman ternyata terjadi kendala teknis sehingga data yang dimiliki DIY berbeda dengan pemerintah pusat.
"Terus kita sudah buat dispensasi ke Kemenkeu bahwa bukti-bukti kita lengkap. Ada foto kegiatan, data sudah ada semua tapi waktu mencetnya [di sistem] tidak bisa keupload," jelasnya.
Pemda menunggu Kemenkeu membuka kembali sistem pelaporan APBD agar BPKA bisa kembali mengirimkan dan mengkoreksi data yang benar. Selain ke Kemenkeu, BPKA juga mengirim laporan keuangan APBD ke Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN).
"Sistem itu kan nasional, kalau kita diberi dispensasi untuk memasukkan data itu lagi itu pasti sudah terkoreksi penyerapannya. Kan pembayaran jalan terus nggak mungkin kita nggak bayar to. Keuangan daerah kan tiap hari ada yang minta pencairan, proyek juga," ungkapnya.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Perbendaharaan (DJPb) DIY, Arif Wibawa mengungkapkan DIY memang bukan merupakan propinsi yang keterserapan APBD-nya paling rendah. Program dan kegiatan dari kas negara maupun daerah di DIY selama ini sudah jalan.
"Penyerapan [anggaran] kecil itu bukan karena kegiatan tidak jalan tapi belum ditagih meski sudah hampir akhir tahun," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi