Ada banyak istilah yang diubahnya agar lebih mudah diterima masyarakat Jawa. Mulai dari salat yang diganti dengan sembahyang dan musala jadi langgar. Cara yang dilakukan Sunan Ampel cukup efektif dalam memancing masyarakat Jawa, yang sebelumnya banyak menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Selain itu, perubahan nama dilakukan pada pelabuhan dan sungai. Pelabuhan yang sebelumnya bernama Jenggala Manik, diubah menjadi Tanjung Perak. Sementara Sungai Brantas, diubah menjadi Kali Emas.
Dua kata "emas" dan "perak" sengaja dipilih agar masyarakat Jawa, di luar Surabaya, mengira di dua tempat tersebut ada emas dan perak. Ketika banyak orang berbondong-bondong datang, Sunan Ampel memanfaatkannya untuk berdakwah.
Ajaran Moh Limo
Baca Juga:Anak Vanessa Angel Terus Menangis Cari Ayah Dan Ibunya Dan Takut Bertemu Orang
Moh Limo merupakan salah satu ajaran Sunan Ampel yang hingga kini masih populer di kalangan masyarakat Jawa. Moh Limo berasal dari dua kata dalam Bahasa Jawa, yakni Moh artinya tidak mau dan Limo yang berarti Lima. Moh Limo berarti tidak mau lima hal.
Lima hal yang termasuk dalam Moh Limo, adalah
- Moh Main yang artinya Tidak Mau Berjudi
- Moh Ngombe yang artinya Tidak Mau Mabuk
- Moh Maling yang artinya Tidak Mau Mencuri
- Moh Madat yang artinya Tidak Mau Menghisap Candu
- Moh Madon yang artinya Tidak Mau Melakukan Zina
Sunan Ampel berharap, lima perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam ini ditinggalkan masyarakat. Kelakuan-kelakuan itulah yang turut dikeluhkan Prabu Brawijaya, yang membuat kerajaan Majapahit melemah.
Sunan Ampel bukan hanya beraktivitas di sekitar wilayah Surabaya saja. Bahkan, Sunan Ampel turut berjasa dalam mendirikan Masjid Agung Demak yang hingga kini masih kokoh berdiri.
Baca Juga:Tapak Tilas Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
Masjid Agung Demak didirikan Sunan Ampel bersama Raden Patah, yang tak lain merupakan raja pertama Kesultanan Demak. Raden Patah mendapat ilmu mengenai agama Islam dari Sunan Ampel.