SuaraJogja.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyatakan fenomena La Nina dapat memicu peningkatan curah hujan hingga 60 persen. Terlebih pada bulan November ini seluruh wilayah DIY sudah memasuki musim penghujan.
Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Yogyakarta Reni Kraningtyas menuturkan, kondisi curah hujan selama periode dasarian I November 2021 pada umumnya dalam kategori di atas normalnya atau rata-ratanya. Hal ini sudah menunjukkan dampak dari fenomena La Nina.
"Pantauan indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) hingga dasarian I November 2021 menunjukkan kategori La Nina lemah-sedang (-0.99)," kata Reni kepada awak media, Selasa (16/11/2021).
Disampaikan Reni, fenomena La Nina sendiri diprakirakan masih akan terus berlangsung hingga periode April, Mei, Juni 2022 mendatang. La Nina kemudian bakal berdampak peningkatan curah hujan bulanan di atas normalnya atau rata-ratanya.
Baca Juga:Peringatan BMKG: Warga Kota Madiun Diimbau Waspadai Curah Hujan Tinggi
"Pada bulan November La Nina dapat memicu peningkatan curah hujan hingga 60% dibandingkan kondisi normalnya atau rata-ratanya, dimana curah hujan umumnya mencapai 300-500 mm dalam 1 bulan, masuk kategori tinggi sampai sangat tinggi," ungkapnya.
Sedangkan, lanjut Reni, pada periode musim hujan Desember, Januari, Februari, La Nina dapat memicu peningkatan curah hujan dalam kisaran 20-60% dibandingkan normalnya atau rata-ratanya. Di mana curah hujan selama musim penghujan pada periode tersebut umumnya mencapai 300-500 mm dalam 1 bulan, atau masuk ke dalam kategori tinggi hingga sangat tinggi.
Reni mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadi potensi bencana hidrometeorologi yang kerap muncul. Terlebih di saat musim penghujan saat ini hingga beberapa bulan ke depan.
Pasalnya puncak musim hujan wilayah DIY sendiri diprakirakan terjadi pada bulan Januari 2022 tahun depan. Sehingga dibutuhkan kewaspadaan semua pihak terkait mitigasi bencana.
Para pemangku kepentingan dari berbagai instansi diharapkan dapat sedini mungkin mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi di wilayah DIY. Untuk terus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait termasuk relawan di lapangan.
Baca Juga:Kabupaten Lebak Rawan Bencana, BPBD Siapkan Posko Siaga
"Juga bisa lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir, dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman menyatakan telah memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan penanganan mitigasi bencana. Hal itu bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat agar lebih tanggap terhadap potensi ancaman bencana di musim hujan ini.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Sleman Joko Lelono mengatakan potensi bencana di Bumi Sembada sendiri meliputi tanah longsor, banjir lahar hingga pohon tumbang akibat angin kencang. Potensi bencana itu tersebar di sejumlah wilayah yang ada sehingga masyarakat harus siap menghadapi kondisi tersebut.
"Warga sudah diberi pengarahan soal mitigasi. Kalau warga di Prambanan kita sering melakukan sosialisasi, sekalian untuk peningkatan kapasitas masyarakatnya," kata Joko.
Joko menyebut tidak jarang BPBD Sleman juga mengajak sejumlah pihak lain untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait mitigasi bencana. Dalam edukasi itu, masyarakat diberikan pengetahuan dasar mengenai tanda atau ciri terjadinya bencana.
Salah satunya mengenai potensi ancaman bencana tanah longsor di daerah perbukitan Prambanan, Sleman. Ada sejumlah tanda yang perlu diperhatikan sebelum bencana benar-benar terjadi.
"Misalnya ada rumah di lereng apabila sudah muncul mata air yang keruh di tekuk lereng berarti kemungkinan untuk sebagai bidang gelincir ada. Makanya disarankan kalau sudah muncul mata air-mata air di tekuk lereng yang keruh maka masyarakat disarankan untuk menjauhi," ungkapnya.