Menjegal Perdagangan Anjing untuk Konsumsi, Kasus Pertama yang Berhasil Dimejahijaukan

Kasus penyelundupan anjing di Kulon Progo sempat heboh lantaran jadi kasus pertama yang berhasil disidangkan

Galih Priatmojo
Rabu, 17 November 2021 | 12:01 WIB
Menjegal Perdagangan Anjing untuk Konsumsi, Kasus Pertama yang Berhasil Dimejahijaukan
Ilustrasi penyelundupan anjing. [Iqbal Asaputro / suarajogja.id]

Walaupun memang resiko penularan rabies itu agak kecil. Mengingat banyak anjing yang kemudian dibawa sudah dalam posisi dimasukkan ke dalam kandang atau bahkan dimatikan.

"Nah yang kita khawatirkan kan jangan sampai itu nanti ada anjing yang membawa rabies masuk ke Jogja yang dipotong itu. Walaupun sebenarnya resikonya agak kecil ya karena mereka datang mungkin dikrangkeng, dimatikan, tidak ada kesempatan kontak dengan orang atau anjing atau kucing di sekitarnya," ujarnya.

Tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada anjing yang masih tetap bisa menggigit hewan atau anjing lain yang belum divaksin. Sehingga dikhawatirkan mereka justru saling menularkan hingga penyebaran itu terjadi.

Ditanya terkait dengan kondisi permintaan daging anjing di DIY sendiri, Widagdo mengaku tidak begitu mengetahui secara detailnya. Namun sejumlah penelitian yang pernah dilakukan di Solo sekitar 3-4 tahun lalu setidaknya perharinya permintaan daging anjing mencapai 100 ekor lebih sehari.

Baca Juga:Cakupan Vaksinasi di Kulon Progo Capai 71,4 Persen

"Mungkin lebih kurang di Jogja sama seperti itu. Tapi memang sekarang pun masih ada konsumennya. Walaupun ada beberapa warung yang dulu jualan (olahan daging anjing) tapi sekarang sudah tidak terlihat lagi," ungkapnya.

"Saya kira mungkin juga sudah mulai berkurang mungkin konsumennya. Apalagi pandemi seperti ini yang semoga ini menjadi berkurang lagi. Meskipun nanti mahasiswa-mahasiswa dari luar Jogja masuk," sambungnya.

Ia menilai kondisi itu menjadi pekerjaan rumah semua pihak untuk menekan konsumsi daging anjing itu. Sebab memang tidak semata-mata kemudian menyarankan mereka langsung berhenti itu tidak nggak mungkin.

"Karena pedagang sengsu (tongseng asu) dan jejaring untuk penyediaan itu kan cukup banyak juga ini orang yang terlibat. Jadi ya agak agak susah juga itu kalau mau menghentikan langsung itu," jelasnya.

Edukasi ke Generasi Muda

Baca Juga:Akses Jalan di Kulon Progo Tertutup Longsor

Diperlukan edukasi terus menerus ke masyarakat terutama tentang konsumsi daging anjing tersebut. Jika konsumen sudah mulai semakin berkurang tidak menutup kemungkinan permintaan daging anjing hingga warung-warung penyedia olahan daging anjing itu hilang dengan sendirinya.

Walaupun memang kemudian jika ditarik lebih jauh konsumsi daging anjing di beberapa daerah itu sudah menjadi tradisi. Namun yang menarik, kata Widagdo, sejumlah mahasiswa Kedokteran Hewan UGM yang berasal dari berbagai daerah itu perlahan mulai ikut kampanye untuk tidak mengonsumsi daging anjing.

Bahkan di antara mahasiswa itu ada yang berasal dari daerah yang memang sudah menjadikan konsumsi anjing sebagai tradisi.

"Jadi inikan sisi baik ya paling tidak dari sisi orang yang terbiasa atau secara tradisi itu sesuatu yang biasa bagi mereka itu sudah ada kesadaran. Paling tidak generasi muda yang berkuliah di UGM itu ya. Kalau di Jogja secara umum lah bahwa itu sudah sebaiknya dihentikan. Nah ini kan perlahan-lahan mungkin secara generasi ke generasi mungkin juga akan bisa berubah," paparnya.

Tidak dipungkiri Widagdo memang tidak akan semudah itu mengubah kebiasaan atau tradisi tersebut. Namun bukan berarti lantas edukasi itu berhenti tetapi terus lanjut untuk membuka pandangan generasi muda.

"Kita mengedukasi generasi muda untuk berpandangan bahwa anjing kucing adalah hewan kesayangan bukan untuk dikonsumsi. Insya allah pelan-pelan akan ada perubahan-perubahan di masa mendatang," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak