Belasan Museum di DIY Tutup, Media Visual Interaktif Jadi Alternatif Milenial

Museum harus menghidupkan benda yang ada di museum bukan sekadar artefak

Galih Priatmojo
Minggu, 12 Desember 2021 | 13:03 WIB
Belasan Museum di DIY Tutup, Media Visual Interaktif Jadi Alternatif Milenial
Talkshow bertajuk Cahaya dari Museum di JNM, Sabtu (11/12/2021). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Selama pandemi COVID-19, belasan museum di DIY  tutup. Berdasarkan data Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY, minimnya pengunjung, termasuk kaum milenal ke museum jadi salah satu faktor tutupnya museum.  Angka kunjungan pun turun drastis hingga lebih dari 50 persen pada 2020 lalu dibandingkan sebelum pandemi yang mencapai 5 juta lebih.

Persoalan ini harus diatasi agar tidak semakin banyak museum yang tutup. Salah satunya dengan menempatkan media visual interaktif untuk menarik minat kaum milenial terhadap museum.

“Museum harus menghidupkan benda yang ada di museum bukan sekadar artefak,” papar Direktur Museum Ullen Sentalu  Daniel Haryono dalam talkshow bertajuk Cahaya dari Museum yang menjadi rangkaian kegiatan Sumonar 2021 di  Jogja National Museum (JNM), Sabtu (11/12/2021).

Menurut Daniel keberadaan museum bukan sekadar  memamerkan dan memberikan informasi tentang koleksi. Di era modern ini, museum harus mampu memberikan pengalaman kepada pengunjung.

Baca Juga:Alami Masa Viral, Jumlah Investor Pasar Modal dari DIY Melejit

Museum harus menjadi objek yang butuh informasi namun tetap harus memiliki keterhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian museum tidak sekadar menawarkan pengunjung untuk interaksi tetapi juga avonturir.

“Museum punya mandat, misi, dan visi, dan untuk selalu hidup butuh sinergi,” kata Daniel.

Sementara Product Manager Visual Instrument PT Epson Indonesia Muhammad Noval, mengungkapkan, ketertarikan generasi milenial akan museum bisa dilakukan melalu media visual interaktif yang bisa memberikan pengalaman baru. Apalagi   generasi Y dan Z menjadi pembawa tren yang kuat memiliki karakteristik penutur digital, ketertarikan dengan sosial media tinggi, pembelajar sendiri, interaktif, dan fleksibel.

“Mereka tertarik dengan pengalaman baru, belajar, eksplorasi, dan membagi ke orang-orang, dan di sini lah museum bisa masuk lewat tema-tema yang interaktif,” tandasnya.

Noval memaparkan ada sejumlah alasan orang pergi ke museum. Pertama, museum sebagai media edukasi untuk belajar sesuatu yang baru. Selain itu museum menjadi pusat sejarah, media belajar kebudayaan, menjadi inspirasi untuk anak muda mendapatkan pandangan baru serta interaksi.

Baca Juga:Sasar Vaksinasi Warga Perbatasan Kulon Progo-Purworejo, BIN DIY Alami Kendala Ini

“Interaksi ini adalah hal baru, jadi ada interaksi atau dialog antara karya dan manusia, karya menyampaikan pesan dan manusia merespons,” ungkapnya.

Project Director Sumonar Ishari Sahida yang akrab disapa Ari Wulu mengungkapkan Sumonar kali ini sengaja mengundang orang yang bergerak di bidang kearsipan kebendaan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk memberikan hal yang lebih baik.  Sebab penyajian yang menarik di museum akan membuat pengunjung lebih menyerap informasi dan pengetahuan yang ditampilkan.

“Pada awal Sumonar kami memperhatikan landmark, kali ini kami mengambil museum yang memberikan sesuatu yang luar biasa karena lewat museum wawasan berkembang dan fokus kami saat ini penyajian di museum,” imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini