SuaraJogja.id - Upaya mendeteksi keberadaan virus corona penyebab Covid-19 dilakukan Tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM) dengan meneliti air limbah.
"Penelitian tentang limbah ini mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 dari limbah. Bisa jadi alternatif ketika banyak orang terpapar COVID-19 namun biasanya tidak memiliki gejala," kata Ketua Pusat Kajian Penelitian Kesehatan Anak-PRO FKKMK UGM Dr. dr. Ida Safitri seusai melakukan audiensi dengan Wagub DIY Paku Alam X di Kepatihan, Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan, penelitian limbah tersebut dapat menjadi alternatif mengingat proses pelacakan kasus COVID-19 (tracing) kerap kali mengalami kendala di lapangan.
"Tidak mudah ya untuk 'tracing', yang tidak bergejala kan juga kadang tidak bersedia di-swab (tes usap). Kita ambil sistem buangan limbah ini hasilnya bisa kita jelaskan mana saja yang terdeteksi virusnya dan dihubungkan dengan kasus transmisi yang ada di wilayah sekitar situ," ujar Ida.
Baca Juga:Tekan Penyebaran COVID-19, Polres Gunungkidul Bakal Amankan 17 Objek Vital Saat Nataru
Kepada Wagub DIY, kata dia, tim dari FKKMK UGM melaporkan bahwa progres penelitian yang berlangsung sejak Juli 2021 bekerja sama dengan berbagai pihak, tidak hanya Indonesia namun juga negara lain.
Peneliti Utama Surveillance COVID-19 air limbah dan lingkungan, dr. Indah Kartika Murni, menjelaskan bahwa "sampling" penelitian dilakukan di tiga wilayah di DIY yakni Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul dengan masing-masing 10 kecamatan.
"Sampelnya dari manhole, sungai, lingkungan sekitar, tempat berkerumun seperti pasar, rusunawa, masjid, dan sebagainya," ujar dia.
Sampel yang berhasil dihimpun, kata dia, kemudian diserahkan kepada laboratorium mikrobiologi untuk diperiksa dengan proses selama dua hari kerja.
Indah mengatakan penelitian itu dilakukan saat kasus penularan COVID-19 mengalami lonjakan seperti pada Juli 2021.
Baca Juga:Bupati Sleman Minta Satgas Covid-19 Tingkat RT Ikut Awasi Pemudik Saat Libur Nataru
"Waktu itu, dengan metode ini di mana tingkat penularan mencapai 80 persen yang digambarkan melalui deteksi air limbah juga hasilnya sama yaitu 80 persen positif. Bagusnya kalau lewat limbah itu, hasilnya bisa diketahui lebih awal dibandingkan dari hasil PCR," katanya. [ANTARA]