SuaraJogja.id - Pemda DIY hingga saat ini tak kunjung membuat regulasi dalam penataan kawasan geoheritage atau warisan geologi di Gunungkidul. Bila payung hukum tak kunjung dibuat, maka dikhawatirkan kawasan akan rusak oleh pembangunan destinasi wisata yang kian menjamur di kabupaten tersebut. Terlebih pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini, kawasan-kawasan tersebut dikunjungi banyak sekali wisatawan dari berbagai daerah.
Padahal saat ini ada lima kawasan di Gunungkidul yang ditetapkan sebagai geoheritage oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia seperti Gunung Ireng Pengkok, Gunung api Purba Nglanggeran, Gunung Genthong Gedangsari, Bioturbasi Kali Ngalang, dan Gunung api Purba Siung-Batur-Wediombo. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13.K/HK.01/MEM.G/2021.
"Jadi satu tugas bagi pemda untuk menata kawasan geoheritage dengan kawasan wisata. Kalau geoheritage kan mempertahankan kawasan karst agar tidak rusak, nah [karts] yang dipotong-potong kan dirusak, makanya dilarang. Pemda sekarang ada ditengah-tengah, antara menjual untuk wisata dan mempertahankan geoheritage," ungkap peneliti Pusat Studi Perencananaan Pembangunan Regional(PSPPR) UGM, Leksono Prabo Subanu dalam diskusi "Menakar Kesiapan Wilayah Hadapi Pertumbuhan Pariwisata di Pesisir Selatan" di Yogyakarta, Rabu (29/12/2021) malam.
Dicontohkan Leksono, kebijakan Pemda terkait perizinan pembangunan bangunan wisata dari bibir pantai sangat dibutuhkan. Sehingga tidak akan mengganggu kelestarian geoheritage dan tetap menumbuhkan perekonomian sekitar.
Baca Juga:Lansia di Gunungkidul Meninggal karena Covid-19, Terpapar Usai Terima Tamu
Namun hingga saat ini Pemda tidak memiliki sikap dalam menetapkan regulasi tersebut. Juga melakukan kajian lebih dalam sejauh mana kawasan geoheritage bisa dilepas sebagai kawasan wisata, termasuk kajian potensi gempa bumi, tsunami dan longsor di kawasan tersebut.
Karenanya Pemda harus segera bisa memiliki sikap dalam membuat aturan. Dengan demikian saat investor mencari ijin, Pemda memiliki payung hukum untuk memberi atau menolak pangajuan ijin tersebut.
"Kalau ternyata sudah jadi wisata, ya itu kecelakaan. Makanya pemda kadang-kadang memang kurang waspada, kalah duluan dari investor[dalam membuat regulasi]. Apalagi JJLS (jalur jalan lintas selatan-red) tengah dibangun, akan banyak investor yang masuk kesana," tandasnya.
Sementara Direktur Utama Heha Ocean View, salah satu kawasan wisata di pesisir selatan Gunung Kidul, Hendro Suwandi mengungkapkan, sebagai pengusaha, pihaknya sangat mengharapkan kepastian hukum, termasuk regulasi terkait perijinan. Dengan demikian mereka bisa mengembangkan kawasan wisata sesuai aturan.
"Bagaimana sih pengusaha mencari sesuatu yang pasti dengan adanya kepastian hukum. Seperti sejauh mana bangunan bisa dibangun sampai garis mana agar pariwisata tetap menarik namun tidak merusak geoheritage," ungkapnya.
Baca Juga:Antisipasi Kemacetan Malam Tahun Baru, Polres Bantul Kerja Sama dengan Polres Gunungkidul
Kepastian hukum dari pemerintah sangat dibutuhkan karena dalam membangun kawasan wisata, pengusaha tak hanya menggunakan uang pribadi. Banyak diantaranya yang meminjam dana dari investor dan harus dikembalikan.
Apalagi selain pembangunan destinasi wisata, pengembangan kawasan di sekitarnya pun juga menjadi tanggungjawab pengusaha. Sebut saja warga sekitar dan UMKM yang pada akhirnya ikut menggantungkan nasibnya pada perkembagan kawasan wisata di pesisir selatan.
"Kalau tidak ada kepastian hukum, bagaimana kita bisa beli tanah, kemudian investasinya gimana, mengembalikan uang ke bank bagaimana, menjanjikan perkembangan ke warga sekitar kalau hukumnya saja tidak pasti," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi