Prihatin, Indonesia Serukan Perdamaian untuk Redakan Ketegangan antara Rusia dan Ukraina

Terlebih dalam situasi pandemi saat ini, Indonesia menegaskan pentingnya dunia untuk berfokus pada upaya mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi.

Eleonora PEW
Kamis, 10 Februari 2022 | 18:55 WIB
Prihatin, Indonesia Serukan Perdamaian untuk Redakan Ketegangan antara Rusia dan Ukraina
Seorang tentara Ukraina tengah berjaga di daerah perbatasan dengan Rusia di tengah ketegangan antara kedua negara. (Foto: AFP)

SuaraJogja.id - Seruan perdamaikan disuarakan Indonesia untuk untuk meredakan ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Indonesia mengikuti dengan penuh keprihatinan perkembangan situasi di perbatasan kedua negara itu.

Peningkatan ketegangan di perbatasan Ukraina juga disinggung oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pembicaraan telepon dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov pada Rabu (9/2).

“Ini yang selalu disampaikan oleh Menlu (Retno) dalam komunikasi beliau dengan mitranya bahwa conflict benefits no one (konflik tidak menguntungkan siapa pun—red),” kata Kepala Biro Dukungan Strategis Pimpinan Kemlu Achmad Rizal Purnama mengenai pembicaraan tersebut, ketika menyampaikan paparan media secara daring pada Kamis.

Dalam pernyataannya terkait situasi Ukraina, Indonesia mendesak semua pihak agar dapat menahan diri dan diberikan kesempatan bagi dialog dan diplomasi untuk bekerja karena dalam situasi sulit saat ini semua negara bertanggung jawab untuk melakukan pesan perdamaian.

"Indonesia follows closely with great concern the recent situation in the borders between Ukraine and Russia.
Indonesia calls upon all parties to exercise utmost restraint and to give maximum chance for dialogue and diplomacy to succeed.

Baca Juga:Inggris Siagakan Ribuan Pasukan, Dukung Ukraina Jika Diserang Rusia

Conflict benefits no one — MoFA Indonesia," ungkap @Kemlu_RI, Senin (7/2/2022).

Terlebih dalam situasi pandemi saat ini, Indonesia menegaskan pentingnya dunia untuk berfokus pada upaya mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi.

“Kita tidak ingin melihat adanya disabilitas di mana pun itu, apalagi terjadinya konflik,” ujar Rizal.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali meningkat ketika Moskow menempatkan sekitar 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina.

Langkah ini dikhawatirkan sebagai upaya Rusia untuk menginvasi Ukraina, yang kemudian memicu respon keras termasuk ancaman sanksi oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Baca Juga:1.000 Tentara Inggris Siap Siaga Jika Pecah Perang Rusia-Ukraina

Rusia membantah anggapan tersebut tetapi mengancam akan mengambil tindakan militer kecuali tuntutannya soal jaminan keamanan dipenuhi oleh Barat.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menuntut perubahan dalam pengaturan keamanan di Eropa, termasuk janji bahwa Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak akan pernah mengakui Ukraina, bahwa rudal tidak akan pernah dikerahkan ke dekat perbatasan Rusia, dan bahwa aliansi Barat itu akan mengurangi infrastruktur militer. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak