Waspada Penyebaran Antraks, DPPP Sleman Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Daging Murah

saat ini kembali ditemukan kasus antraks pada hewan ternak di wilayah Gunungkidul.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 11 Februari 2022 | 19:50 WIB
Waspada Penyebaran Antraks, DPPP Sleman Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Daging Murah
Salah satu penjual daging sapi di Pasar Gamping, Kamis (10/2/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Dokter Hewan Medik Veteriner Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DPPP) Sleman Wisnu Sutomo mengimbau masyarakat agar tidak tergiur dengan daging murah yang dijual di pasaran. Hal ini sebagai antisipasi dari potensi munculnya penyakit dari daging murah tersebut.

"Imbauan kepada masyarakat kalau membeli daging jangan tergiur harga murah, itu nanti akibatnya bisa kepada kesehatan manusia. Jangan tergiur daging murah," kata Wisnu saat dikonfirmasi awak media, Jumat (11/2/2022).

Terlebih saat ini kembali ditemukan kasus antraks pada hewan ternak di wilayah Gunungkidul. Walaupun memang di Sleman sendiri sejauh ini belum ada temuan kasus antraks.

Kendati demikian, kata Wisnu, pihaknya juga secara rutin tetap memeriksa sampel hewan-hewan ternak yang ada di wilayah Bumi Sembada. Sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi penyebaran antraks.

Baca Juga:Berlaga Kontra Persib Bandung Malam Ini, PSS Sleman Siap Curi Poin

"Kita kemarin sebelumnya mengambil sampel daging yang berbatasan dengan Wonosari, 13 sampel hasilnya negatif antraks," terangnya. 

Masyarakat sendiri sebenarnya bisa memperhatikan ciri-ciri hewan ternak misalnya sapi itu sehat atau tidak. Secara umum, dijelaskan Wisnu, terlihat dari mata hewan yang cerah, warna bulu yang mengkilat. 

Kemudian selanjutnya dari sisi performa hewan ternak itu sendiri. Dalam hal ini tidak terlihat terlalu kurus, cara berjalan yang normal hingga cara bernapas.

"Cara bernapas itu kan tahu sapi ngos-ngosan atau tidak. Kemudian warna kencing, kalau kencingnya kuning itu normal tapi begitu kencingnya kecoklatan seperti teh begitu berarti dia ada pendarahan di dalam. Kotoran juga, kalau normal ya kuning-kuning coklat tapi kalau ada warna hitamnya berarti di dalam ada pendarahan," paparnya.

Mengenai antraks sendiri, kata Wisnu memang tidak semua hewan ternak yang terkena akan menunjukkan gejala klinis. Kasus yang kerap ditemui sekarang ini adalah hewan ternak yang mati mendadak dan tanpa gejala sakit 

Baca Juga:Guntur Cahyo Pastikan PSS Sleman Siap Ladeni Persib Bandung

"Tidak semua hewan terkena antraks sekarang menunjukkan gejala klinis. Biasanya kembung, lemes dan kalau ada sapi mendadak jangan buru-buru dipotong. Jadi segera lapor," tegasnya.

Wisnu menuturkan lapor sejak dini kepada petugas bisa menjadi kunci untuk menangani antraks tersebut. Pasalnya gejala antraks akan bisa sembuh jika diberi antibiotik. 

"Sapi begitu ada menunjukkan gejala antraks diberi antibiotik sembuh tapi biasanya itu kadang telat lapor dan tidak lapor. Jadi lain dengan virus kalau bakteri masih bisa disembuhkan," terangnya. 

Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono menyatakan untuk Kabupaten Sleman sendiri sudah 19 tahun terbebas dari antraks. Kasus antraks terakhir yang muncul di Bumi Sembada muncul pada tahun 2003 silam.

"Kejadian (antraks) terakhir itu tahun 2003. Tahun 2003 itu yang kena ada di daerah Pakem hanya 1 ekor sapi," kata Suparmono.

Pria yang akrab disapa Pram tersebut menuturkan penanganan kasus antraks kala itu sudah dilakukan dengan baik. Sehingga tidak terjadi perluasan penyebaran kasus antraks di wilayah Sleman.

"Sapi yang mati terus ditimbun, dicor, dikasih tanda di situ. Kedalaman sampai 2 meter, kemudian dikasih kapur dan formalin. Memang ada SOP-nya agar spora tidak menyebar, biar terlokalisir," ungkapnya. 

Disampaikan Pram, jika penanganan antraks tidak dilakukan dengan benar maka akan berpotensi untuk semakin meluas. Belum lagi potensi kemunculan lagi di masa mendatang karena spora tersebut bisa hidup dalam waktu yang lama.

"Kalau penanganan tidak benar bisa beberapa tahun muncul lagi, muncul lagi. Kasihan masyarakat juga nanti. Memang untuk sampai jangka panjang kita vaksin (hewan ternak) terus di area (kasus antraks dulu) untuk mencegah tidak muncul lagi," paparnya.

"Intinya kita ingin memberikan jaminan kepada peternak pada konsumen, Sleman tetap bebas dari antraks. 2003 sampai sekarang itu, 19 tahun mampu mempertahankan kondisi ini (bebas antraks)," sambungnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak