Cerita Mbah Tumi yang Sejak Setengah Abad Silam Menggunakan Minyak Goreng Buatan Sendiri dari Olahan Blondo

Mbah Tumi memproduksi minyak goreng sendiri sejak setengah abad yang lalu.

Galih Priatmojo
Rabu, 23 Februari 2022 | 15:41 WIB
Cerita Mbah Tumi yang Sejak Setengah Abad Silam Menggunakan Minyak Goreng Buatan Sendiri dari Olahan Blondo
Mbah Tumi asal Gunungkidul sedang membuat minyak goreng buatan sendiri berasal dari olahan blondo yang diproses dari buah kelapa. [Kontributor / Julianto]

Mbah Tumi menjual minyak goreng ini dalam kemasan botol bekas air mineral berukuran 600 mili liter. Satu botol ukuran 600 mililiter ini ia jual dengan harga Rp 50 ribu. Namun sebelum harga-harga naik, ia hanya menjual Rp 40 ribu.

"kalau yang botol besar 125 ribu, sekarang ini apa apa mahal," lanjut mbah Tumi.

Untuk 'blondo'nya sendiri ia jual per kilo 90 ribu. Rasanya yang enak dan gurih karena langsung bisa dibuat lauk, atau sering dipakai untuk campuran masakan gudeg maka Blondo tersebut selalu ludes terjual bahkan sering dipesan orang.

Biasanya, menurut mbah Tumi minyak goreng 'klentik' ini dibeli para pedagang makanan, terutama pedagang bakmi dan pemilik rumah makan. Klentik ini digunakan khusus untuk menggoreng bumbu bumbu dengan cara di 'gongso', agar rasa bumbu tidak berubah dan akan semakin kuat aromanya.

Baca Juga:Duh, Oknum Lurah di Gunungkidul Kirim Video Porno ke Adik Kelasnya yang Baru Saja Urus Perceraian

Kalau orang dulu, lanjutnya minyak 'klentik' ini juga sering digunakan sebagai minyak rambut. Hasil olahan kelapa secara tradisional ini memang dikenal menghasilkan minyak goreng yang murni, jernih dan tidak mudah berbau atau berubah.

"Langganan saya terus bertambah, tak hanya warga Gunungkidul bahkan dari daerah Klaten, katanya minyak klentik ini ada khasiat untuk kesehatan tubuh, dan saat ini mencari yang membuatnya sudah sangat jarang," imbuh mbah Tumi.

Saat ditanya soal penghasilan setiap hari, Mbah Tumi menyatakan kadang tidak menentu,  tapi rata rata dia menyebut Rp.50 sampai Rp 75 ribu dia dapat setiap pulang dari pasar. Uang itu kemudian dia gunakan untuk membeli kebutuhan sehari hari, baik sayur, beras ataupun yang lainnya.

Perempuan berputra tiga ini, mengaku, sejak dia dan suami memulai usaha mandiri pembuatan minyak Klentik sekitar tahun 1970, ia belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, baik modal ataupun alat produksi.

Kontributor : Julianto

Baca Juga:Teror Ekshibisionis Incar Perempuan di Gading 8 Gunungkidul, Terjadi sejak 2005

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak