SuaraJogja.id - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari Gunungkidul mengakui adanya mis dalam komunikasi antara petugas jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluarga pasien sehingga terkesan ada penolakan pihak rumah sakit tersebut untuk merawat anak Lurah Kepek, Bambang Setiawan yang bernama Safira.
Direktur RSUD Wonosari dr. Heru Sulistyowati, spA mengatakan pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap para petugas jaga di IGD Kamis (3/3/2022) malam. Usai melakukan pemeriksaan, pihaknya sebenarnya ingin memberikan klarifikasi ke Lurah Kepek Bambang Setiawan.
"Sebetulnya kami ingin memberikan klarifikasi langsung ke beliau (Bambang) hari ini. Namun beliau belum berkenan,"tutur dia, Jumat (4/3/2022).
Heru mengungkapkan ada dua dokter yang berjaga di IGD pada saat Lurah Kepek datang ke IGD. Dua dokter tersebut adalah dokter utama dan seorang dokter intership (dokter yang magang selama 6 bulan di rumah sakit usai dinyatakan lulus dari tempatnya menuntut ilmu). Dokter tersebut tinggal di Kota Yogyakarta, bukan Gunungkidul.
Baca Juga:Terekam CCTV, Ini Kronologi Pasien Covid-19 Kabur lalu Meninggal di Selokan RSUD Wonosari
Heru mengklaim adanya miss dalam berkomunikasi yang dilakukan oleh jajarannya. Miss dalam komunikasi itulah yang menyebabkan ada kesan penolakan menangani pasien bernama Safira tersebut.
"Ini yang akan menjadi evaluasi kami,"tandas dia.
Heru mengatakan, kejadian bermula saat pasien atas nama Safira diantar dengan menggunakan kendaraan roda empat oleh orang tuanya. Orang tua tersebut merupakan Bambang Setiawan yang merupakan Lurah Kepek, Wonosari, Gunungkidul.
Saat itu, pasien masih di dalam mobil dan Bambang turun masuk ke ruang IGD untuk melakukan pendaftaran. Saat itu yang bersangkutan menjelaskan jika anaknya memang memiliki riwayat penderita penyakit asma.
"Prosedurnya memang jika ada pasien yang mengeluhkan sesak nafas harus antigen terlebih dahulu," kata Heru.
Baca Juga:Melarikan Diri dari IGD, Pasien Positif Covid-19 Ditemukan Tewas di Selokan RSUD Wonosari
Heru menambahkan, kebijakan tersebut diambil karena ada beberapa kasus pasien sesak napas setelah diantigen positif covid19. Saat itu pasien masih di dalam mobil dan dari keluarga menghendaki untuk diberi pertolongan terlebih dahulu.
Karena prosedurnya memang harus melalui swab antigen terlebih dahulu, dokter intership berusaha menjelaskannya. Nampaknya ada kesalahan berkomunikasi yang dilakukan oleh dokter Intership tersebut. Dokter intership nampaknya menyampaikan jika ingin langsung ditangani maka di klinik lain mungkin bisa prosedurnya seperti itu.
"Memang benar, dokter intership kami yang berjaga tadi malam mengarahkan untuk ke poliklinik lain jika keluarga tidak berkenan mengikuti prosedur swab terlebih dahulu, saat hendak diperiksa keluar, keluarga sudah meninggalkan lobi IGD," terang Heru.
Karena kesalahan dalam menyampaikan tersebut akhirnya menimbulkan kesan penolakan. Keluarga nampaknya langsung membawa pasien tersebut ke klinik lain karena ketika dokter ke luar IGD untuk menjemput pasien, ternyata mobil tersebut sudah tidak ada.
Ia menyadari jajarannya kurang bisa berkomunikasi dengan baik sehingga terjadi ketidaknyamanan bagi pasien. Nantinya akan ada pembinaan tidak hanya dokter jaga tersebut namun juga seluruh personil terutama dalam berkomunikasi.
"Yang bersangkutan sudah kami beri pembinaan, selanjutnya terkait dengan sanksi atas pelanggaran ini kami akan mengikuti sesuai dengan prosedur yang ada," jelas Heru.
Heru menandaskan pihaknya akan menekankan ke semua jajarannya agar memberikan pelayanan maksimal ke masyarakat. Dalam keadaan apapun, pasien harus tertangani dengan baik karena warga datang ke rumah sakit pasti ingin mendapatkan perawatan terbaik.
Kontributor : Julianto