SuaraJogja.id - Kabar gembira sempat menghinggapi insan perhotelan dan restoran di DIY. Penghapusan syarat PCR bagi pelaku perjalanan dalam negeri untuk yang sudah melaksanakan vaksinasi seolah membawa angin segar bisnis ini. Harapan mereka untuk segera pulih seolah sudah di depan mata.
Namun harapan mereka seolah terputus ketika Pemerintah Pusat mengumumkan jika hanya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang harus menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4. Sama seperti dua tahun yang lalu di mana covid19 masih berada di puncak.
Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Eryono mengakui awalnya mengaku gembira dengan kabar dihapuskannya syarat PCR untuk yang sudah vaksinasi minimal kedua. Di benak insan perhotelan dan restoran, moment ini akan menjadi waktu yang tepat untuk menabung.
"Bulan Maret ini sebetulnya waktu untuk menabung sebelum memasuki bulan Ramadan,"ujar dia, Rabu (9/3/2022).
Baca Juga:Terima Predikat WTP 13 Kali Berturut-turut, Pemkot Jogja Dapat Lima Rekomendasi ini Dari BPK DIY
Sebelum berita PPKM Level 4 diumumkan pemerintah, pihak yang menjadwalkan kegiatan MICE menjelang Ramadan ini sudah cukup banyak. Hal tersebut tentu akan mendongkrak okupansi hotel dan restoran di DIY.
Namun ketika pemerintah mengumumkan PPKM Level 4 untuk DIY, maka banyak pihak yang membatalkan atau menunda kegiatan mereka di DIY. Tentu saja ini berpengaruh terhadap okupansi dari bisnis yang mereka kelola ini.
"Kalau dunia kesehatan menyebutnya saturasi. Maka kami merasakan saturasi untuk bisnis hotel dan restoran saat ini sangat tipis. Kami sulit mencari oksigen,"ungkapnya.
Deddy menuturkan ketika pemerintah mengumumkan PPKM Level 4 untuk DIY, seketika itu okupansi langsung anjlok. Saat ini okupansi hotel dan restoran di DIY tinggal 20 persen. Padahal ketika PPKM masih level 3 okupansi sudah membaik, sudah mencapai angka 45,8 persen.
Tidak hanya jika berkepanjangan, jika ini berlangsung dalam jangka pendek maka ia yakin akan ada lagi hotel dan restoran yang kolaps dan gulung tikar lagi. Karena beban mereka masih cukup banyak. Mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karyawan, BPJS, listrik dan air.
"Beban kami masih besar. Sementara 'oksigen' kami sangat tipis,"ujar dia.
Bulan Maret ini sebenarnya waktu yang biasa digunakan untuk menabung di bulan September. Di mana bulan September nanti mereka harus sudah membayar PBB yang tidak ada diskon. Belum lagi nanti harus membayar Tunjangan Hari Raya (THR) di masa Idul Fitri.
Kontributor : Julianto