Cerita Dika, Pedagang Tahu Bulat yang Terpaksa Beralih ke Minyak Goreng Kualitas Rendah Agar Tetap Berjualan

Kenaikan harga hingga disertai langkanya minyak goreng menyesakkan sejumlah warga termasuk pedagang tahu bulat.

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 11 Maret 2022 | 19:16 WIB
Cerita Dika, Pedagang Tahu Bulat yang Terpaksa Beralih ke Minyak Goreng Kualitas Rendah Agar Tetap Berjualan
Pedagang tahu bulat, Dika tampak melayani pembeli di Jalan Babaran, Kelurahan Warungboto, Kemantren Umbulharjo, Kota Jogja, Jumat (11/3/2022). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Kenaikan harga minyak goreng dirasakan sejumlah lapisan masyarakat di Kota Jogja. Tak terkecuali pedagang makanan seperti tahu bulat ataupun gorengan di pinggir jalan yang ada di Kota Jogja. 

Kenaikan harga tersebut memaksa pedagang mencari cara lain agar pendapatannya tidak turun drastis. 

Dika, pedagang tahu bulat keliling yang biasa berjualan di Jalan Babaran, Kalurahan Warungboto, Kemantren Umbulharjo, Kota Jogja tidak berani menaikkan harga makanannya. 

"Satu tahu bulat tetap saya hargai Rp500. Kalau sampai dinaikkan, pasti pembeli protes karena malah mahal," terang Dika ditemui di tempat jualannya, Jumat (11/3/2022). 

Baca Juga:Disperindag Lampung Masih Temukan Praktik Bundling dan Tying Minyak Goreng di Pasaran

Ia mengatakan, daripada kehilangan pembeli, Dika menyiasati dengan menggunakan minyak dengan kualitas yang lebih rendah. 

"Dulu pakai Sunco, satu liter harganya Rp24 ribu. Waktu ada kenaikan harga itu, harganya sampai Rp30 ribu. Mau tidak mau beralih ke kualitas minyak lain dengan harga yang lebih rendah," terang dia. 

Dika menggoreng tahu bulatnya dengan minyak goreng kemasan ukuran 1 liter. Dalam sehari, ia membutuhkan lebih kurang 4 liter untuk menggoreng makanan jualannya.

Menggunakan kualitas minyak goreng yang lebih murah dengan harga Rp23 ribu, Dika harus mengganti minyak dua hari sekali. Sebab, dalam dua hari, warna minyak goreng lebih menghitam. 

"Jadi tidak layak kalau tetap digunakan. Berbeda dengan minyak goreng Sunco. Tiga hari digunakan masih bagus warnanya," kata dia. 

Baca Juga:Daftar Harga Minyak Goreng di Negara Lain, Ini yang Termurah

Dirinya membeli minyak goreng dari agen yang ada di Jogja. Meskipun dari tangan kedua, harga minyak tersebut masih dirasa mahal. 

Imbasnya, pengeluaran lebih banyak dibanding sebelum minyak goreng mengalami kenaikan, karena lebih sering membeli minyak. Namun hal itu masih cukup memenuhi kebutuhannya. 

"Kalau sehari, total pendapatan itu bisa sampai Rp1 juta. Sebenarnya, kenaikan harga minyak goreng ini belum berdampak banyak. Tapi kalau agennya kehabisan minyak goreng, kami juga kewalahan," ujar pria 22 tahun itu. 

Dampak paling dirasakan ketika hujan lebat. Dimana tidak semua pembeli keluar rumah. 

Beruntung, Dika berjualan menggunakan mobil bak terbuka. Sehingga masih bisa berkeliling ke komplek perumahan menawarkan tahu bulatnya. 

Pedagang gorengan di Jalan Glagahsari, Umbulharjo, Rizal Ahmad harus menyesuaikan harga gorengan untuk menyiasati harga minyak goreng yang terlampau mahal. 

Rizal sedikit membesarkan bentuk gorengannya dan dijual lebih mahal. 

"Biasanya Rp500, tapi sekarang saya naikkan jadi Rp750. Tapi pembeli itu belinya Rp5 ribu dapat 10 biji, sekarang ya sekitar 7-8 biji saja," terang dia. 

Rizal membeli minyak goreng satu liter nya Rp30 ribu. Sebelumnya satu minyak goreng dibeli dengan harga Rp25 ribu. 

"Naiknya tinggi sekali. Kalau saya pilih pakai minyak yang sama tapi makanannya yang saya naikkan. Kalau tidak begitu tidak untung," kata dia. 

Pihaknya berharap harga minyak goreng bisa kembali normal seperti tahun lalu. Jika terus naik, laba dari jualannya akan sedikit. Sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sedikit tersendat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini