SuaraJogja.id - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY terus berupaya untuk menekan angka pernikahan usia dini di wilayahnya. Keluarga dinilai menjadi faktor penting guna mengantisipasi hal tersebut.
Kepala Seksi Keluarga Berencana DP3AP2 DIY Budi Sartono tidak memungkiri bahwa pernikahan usia dini masih menjadi isu yang perlu diperhatikan secara serius, tidak hanya dari pemerintah provinsi saja, tetapi juga hingga pemerintah terendah di wilayah serta masyarakat.
"Di DIY ada sekitar 24,8 persen penduduk yang diisi oleh anak usia di bawah 18 tahun. Hal tersebut kemudian isu pernikahan dini diharapkan menjadi perhatian kita semua," kata Budi kepada awak media, Senin (14/3/2022).
Sehingga, lanjut Budi, keluarga tidak bisa dilepaskan dalam persoalan ini. Perlu ada sinergi dan harmoni yang baik dari semua pihak di dalamnya.
Baca Juga:5 Alasan Pernikahan Dini Tidak Dianjurkan, Bisa Menimbulkan Beragam Masalah
Bahkan tidak melulu hanya berfokus dalam peran di internal keluarga saja. Melainkan hubungan dengan masyarakat sekitarnya pun juga perlu diperhatikan lebih jauh.
Mengingat potensi dampak jangka panjang akibat pernikahan dini itu sendiri jika memang kemudian dilakukan. Khususnya terkait dengan persoalan stunting.
"Pernikahan dini yang masih terjadi dikhawatirkan menghasilkan generasi stunting karena perencanaan kehamilan yang kurang sempurna," terangnya.
Budi menjelaskan sebenarnya pemerintah telah mengatur batas usia minimal perempuan untuk menikah yakni 16 tahun. Aturan tersebut terdapat dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Namun, kemudian tepatnya dua tahun lalu aturan m tersebut diperbarui dengan pengubahan batas minimal usia menikah. Aturan yang tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 yang berlaku sejak 15 Oktober 2019 itu menuliskan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun.
Baca Juga:Pernikahan Dini Picu Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Bombana
"Itu berlaku baik untuk perempuan maupun laki-laki," ucapnya.
- 1
- 2