Tekan Angka Pernikahan Usia Dini, DP3AP2 DIY Soroti Peran Keluarga dan Batas Umur Minimal

Budi tidak memungkiri bahwa pernikahan usia dini masih menjadi isu yang perlu diperhatikan secara serius.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 14 Maret 2022 | 19:38 WIB
Tekan Angka Pernikahan Usia Dini, DP3AP2 DIY Soroti Peran Keluarga dan Batas Umur Minimal
Ilustrasi pernikahan dini. (Shutterstock)

SuaraJogja.id - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY terus berupaya untuk menekan angka pernikahan usia dini di wilayahnya. Keluarga dinilai menjadi faktor penting guna mengantisipasi hal tersebut.

Kepala Seksi Keluarga Berencana DP3AP2 DIY Budi Sartono tidak memungkiri bahwa pernikahan usia dini masih menjadi isu yang perlu diperhatikan secara serius, tidak hanya dari pemerintah provinsi saja, tetapi juga hingga pemerintah terendah di wilayah serta masyarakat.

"Di DIY ada sekitar 24,8 persen penduduk yang diisi oleh anak usia di bawah 18 tahun. Hal tersebut kemudian isu pernikahan dini diharapkan menjadi perhatian kita semua," kata Budi kepada awak media, Senin (14/3/2022).

Sehingga, lanjut Budi, keluarga tidak bisa dilepaskan dalam persoalan ini. Perlu ada sinergi dan harmoni yang baik dari semua pihak di dalamnya.

Baca Juga:5 Alasan Pernikahan Dini Tidak Dianjurkan, Bisa Menimbulkan Beragam Masalah

Bahkan tidak melulu hanya berfokus dalam peran di internal keluarga saja. Melainkan hubungan dengan masyarakat sekitarnya pun juga perlu diperhatikan lebih jauh.

Mengingat potensi dampak jangka panjang akibat pernikahan dini itu sendiri jika memang kemudian dilakukan. Khususnya terkait dengan persoalan stunting.

"Pernikahan dini yang masih terjadi dikhawatirkan menghasilkan generasi stunting karena perencanaan kehamilan yang kurang sempurna," terangnya.

Budi menjelaskan sebenarnya pemerintah telah mengatur batas usia minimal perempuan untuk menikah yakni 16 tahun. Aturan tersebut terdapat dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Namun, kemudian tepatnya dua tahun lalu aturan m tersebut diperbarui dengan pengubahan batas minimal usia menikah. Aturan yang tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 yang berlaku sejak 15 Oktober 2019 itu menuliskan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun.

Baca Juga:Pernikahan Dini Picu Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Bombana

"Itu berlaku baik untuk perempuan maupun laki-laki," ucapnya.

Hingga saat ini, Budi berujar pihaknya senantiasa mendorong pernikahan bagi generasi muda bisa lebih dari batas minimal di aturan tersebut. Setidaknya usia nikah bagi pasangan di DIY yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Ia menuturkan bahwa anjuran itu dibuat bukan tanpa alasan. Pasalnya, kata Budi, sudah ada penelitian yang dilakukan tim ahli dari DP3AP2 DIY terkait anjuran itu. Walaupun memang anjuran atau imbauan itu tidak bersifat wajib.

"Jadi memang anjuran tersebut merupakan asumsi kami. Kalau perempuan di usia segitu sudah lulus ya minimal D3. Lalu, untuk laki-laki usia minimal tadi sudah lulus sarjana. Kami yakin pendidikan yang matang dan mumpuni mampu menghasilkan generasi yang cakap. Usia yang matang juga mampu mengakses lowongan pekerjaan yang lebih luas," tandasnya.

Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Agama (Agama) juga telah sepakat untuk mewajibkan para calon pasangan pengantin agar terlebih dulu melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan itu setidaknya dilakukan 3 bulan sebelum pernikahan.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan pemeriksaan kesehatan pra nikah tersebut bertujuan guna terus menekan angka stunting atau gizi buruk terhadap anak Indonesia.

"Remaja kita ini ternyata 37 persen yang putri itu anemia. HB (hemoglobin) kurang dari 11,5 persen. Setelah hamil, mereka ini 48 persen jadi anemia. Ketika ibu hamilnya anemia, bayi yang dikandungnya pertumbuhannya tidak subur, pendek, dan stunting," kata Hasto di Kantor Bupati Bantul, Jumat (11/3/2022).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini