SuaraJogja.id - Penampakan logo halal yang baru dari Kemenag mendapat sorotan publik lantaran bentuknya yang menyerupai simbol gunungan dalam wayang. Salah satunya yang turut menyorot yakni ustadz Adi Hidayat.
Ustadz Adi Hidayat menyebut bahwa logo baru tersebut bukan soal seni atau filosofi yang perlu dipertimbangkan. Tetapi syariat yang harus jelas dan terang.
"Ini bukan perkara seni, ini bukan perkara filosofi, ini masalah syariat yang harus terang,” kata ustadz yang akrab disapa UAH seperti dikutip dari Hops.id.
Dia mengatakan untuk halal dan haram bukan masalah adat istiadat tapi adalah masalah syariat yang harus terang.
Baca Juga:MUI Bicara Soal Sejarah Logo Halal, Kaget Tiba-tiba Berubah Di Era Menag Yaqut
“Ini bukan persoalan adat istiadat. Sekali lagi ini ketentuan syariat yang harus terang, jelas dan mesti terjabarkan dengan sempurna di masyarakat," tegas UAH.
Sebelumnya Kementerian Agama (Kemenag) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal ( BPJPH ) telah menerbitkan logo Label Halal Indonesia. Selain warnanya menjadi ungu, logo juga berganti menjadi mirip wayang yang mengandung beberapa filosofi.
Menurut UAH, dalam urusan syariat harus ada kepastian dan itu tak bisa ditawar.
"Syariat harus memberikan kepastian, syariat harus memberikan kejelasan," ucapnya.
UAH pun kemudian memberikan saran agar logo baru yang akan dipakai untuk keperluan secara luas atau nasional alangkah lebih baik jika mudah dimengerti.
Baca Juga:Bantah Logo Baru Halal Dinilai Jawa Sentris, Kemenag Beberkan Tiga Hal Ini
“Misalnya, dengan menggunakan bahasa Arab yang terang: Halal. Kemudian dijelaskan dengan menggunakan bahasa Indonesia, misalnya Halal,”tandasnya.
“Atau kalau ingin yang paling singkat, itu saja yang sudah familiar bagi masyarakat," imbuhnya.
Bahkan jika memang sudah diambil keputusan terjadi peralihan kewenangan kepada BPJPH untuk menentukan masalah halal haram dia menyarankan agar MUI yang sebelumnya mengurusi dan telah paham masalah ini berganti nama menjadi BPJH.
“Boleh jadi yang sudah ada sekarang, tinggal diubah namanya dari MUI menjadi BPJPH Kemenag," tegasnya.
Ini karena MUI maupun para ulama sangat memahami bahwa segala yang terkait dengan penjelasan ke masyarakat pada aspek halal harus terang dan tidak ada yang ambigu maupun multi-tafsir.
Hal ini sangat penting menurutnya karena konsumsi produk halal merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari syariat Islam, terutama dalam hal yang sifatnya memberi kepastian.
Kepastian dalam hal menentukan apa yang boleh dilakukan, boleh dikonsumsi dan dilarang untuk dikonsumsi.
"Jelas ini yang boleh dilakukan, ini yang boleh dikonsumsi, jelas ini yang tidak boleh dilakukan, jelas ini yang dilarang semuanya harus jelas dan terang," tuturnya.
Hal ini, kata dia sesuai firman Allah dalm Surat Al-Baqarah ayat 168.
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu,” terangnya.
UAH menjelaskan berdasarkan ketentuan hukum tersebut segala hal terkait hal-hal yang boleh dilakukan, harus terang dan jelas. Hal itu agar memudahkan bagi umat Islam untuk bisa menyikapi hukum halal tersebut.