SuaraJogja.id - Partisipasi masyarakat hingga keterbukaan informasi harus menjadi fokus dalam setiap proyek negara yang berdampak terhadap masyarakat. Namun selama ini justru hal-hal itu belum cukup diperhatikan.
"Kebijakan yang ada saat ini masih top down atau masyarakat harus menerima, sehingga tidak ada partisipasi masyarakat dalam proyek pemerintah," kata Praktisi hukum Retna Susanti dalam seminar yang dilaksanakan Institute for Democracy and Welfarism, di UC UGM, Sabtu (19/3/2022) malam.
Seminar tersebut mengusung tema Membangun Kesejahteraan Masyarakat yang Menyejahterakan Lingkungan Hidup. Dengan lebih khusus pembahasan permasalahan sosial di Bener, Purworejo, Jawa tengah.
Retna mengungkapkan, persoalan saat ini bukan hanya nihilnya partisipasi masyarakat, melainkan juga minimnya keterbukaan informasi yang bisa diakses oleh publik.
Hal-hal tersebut kemudian dalam konteks proyek Wadas, Purworejo menimbulkan gesekan dan konflik di tengah masyarakat. Pasalnya, warga tidak cukup memperoleh infomasi khususnya mengenai proyek yang akan dieksekusi di sana.
"Mengapa ini tidak terbuka, kami juga tidak tahu alasannya," ucapnya.
Disampaikan Retna, jika mengacu pada hukum kebijakan publik, sudah seharusnya pemerintah membuka ruang dialog dengan warga terdampak. Selain juga melakukan sosialisasi kepada seluruh warga yang ada di wilayah proyek tersebut.
Informasi tersebut perlu terus diberikan secara terbuka agar masyarakat juga memahami secara keseluruhan persoalan atau proyek yang ada. Namun jika aliran informasi dan komunikasi tidak berjalan dengan lancar potensi konflik dengan masyarakat sangat dimungkinkan terjadi.
"Dalam negara demokrasi, mestinya ada partisipasi masyarakat. Undang-undang Keterbukaan Informasi publik harus didorong karena mereka yang merasakan dampaknya," terangnya.
Ditambahkan Retna, sudah semestinya pemerintah menekan kebijakan yang bersifat birokratis serta penyelesaian dengan pendekatan ekonomi saja. Sehingga lebih bisa melibatkan masyarakat dengan dialog dan pendekatan sosial serta budaya.
"Kebijakan apapun yang menyangkut hajat hidup orang banyak apalagi tanah di Jawa, harus tetap libatkan masyarakat. Mereka harus diberikan kompensasi yang seimbang," tegasnya.
Sementara itu peneliti dan dosen Fisipol UGM, Hakimul Ikhwan menyebut bahwa persoalan di Wadas tidak hanya berkutat di sana saja. Melainkan lebih dari itu juga berdampak pada kawasan sekitarnya juga.
"Wadas ini tidak terisolasi karena penambangan andesit saja, tetapi pembangunan secara umum" kata Ikhwan.
Disebutkan Hakimul, perlu pendekatan partisipatif agar mendapatkan dukungan masyarakat dan sosial secara menyeluruh. Mengingat PBB juga menekankan agar setiap proyek pembangunan menghindari konflik dengan melakukan pendekatan perdamaian.
"Saya kira konflik di Wadas ini hanya miskomunikasi. Program tidak diimplementasi secara cantik sejak 2016 tanpa transparansi," tandasnya.