"Cuma kan imajinasi masyarakat hari ini masih membedakan itu antara sekolah dan madrasah. Satu di bawah Kementerian Pendidikan, satu di Kementerian Agama. Sehingga menurut saya harus diakomodasi semuanya," tuturnya.
Hal tersebut perlu dilakukan agar pemahaman satu dengan yang lain itu bisa seimbang. Terlebih dengan pengadaan nomenklatur madrasah itu sendiri mulai dari madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs) serta Madrasah Aliyah (MA) bahkan sampai pada perguruan tinggi atau yang setara.
Ia menilai bahwa dengan adanya penghilangan kata madrasah di dalam draf RUU tersebut akan menimbulkan suatu bentuk-bentuk eliminasi terhadap posisi madrasah. Padahal secara historis madrasah sendiri sudah cukup lama berada di dalam dunia pendidikan Indonesia.
"Jadi sejak Indonesia lahir ya, deklarasi Indonesia di situ ada Kementerian agama, di situ madrasah sudah ada. Bahkan sebelum Indonesia merdeka madrasah-madrasah di pedesaan yang input dengan pesantren itu sudah ada, sudah hidup di dalam masyarakat. Sehingga ketika penghilangan kata madrasah dalam draf RUU itu sama dengan mengeliminasi posisi strategis maupun historis dari madrasah itu sendiri," paparnya.
Belum lagi, kata Arif madrasah sendiri mempunyai sumbangsih yang terbilang besar. Terutama dalam era pendidikan karakter yang tengah difokuskan saat ini.
"Menurutnya madrasah jauh punya sumbangan untuk pembentukan karakter generasi muda, anak-anak bangsa dan sekolah-sekolah di Indonesia. Kalau menurut pandangan saya jauh lebih signifikan dibanding sekolah umum. Meskipun kita juga menghargai sekolah umum ya. Tetapi madrasah punya yang bisa dibuktikan," ungkapnya.
"Lebih-lebih ke depan ini kan era digital literasi ini yang perlu suatu penanaman karakter yang kokoh bagi anak-anak bangsa ya salah satunya melalui madrasah ini ya," sambungnya.
Ditambahkan Arif, alih-alih menghilangkan kata madrasah justru bisa lebih memperkuat madrasah itu sendiri di dalam RUU tersebut. Melihat posisi strategis dan nilai manfaat yang sudah diberikan kepada masyarakat hingga saat ini.
"Harusnya kata madrasah tetap harus tercantum dalam RUU pendidikan itu. Menjadi suatu keharusan ya. Supaya eksistensi madrasah itu tetap diakui. Kemudian mendapat posisi mendapatkan proyeksi ke depan untuk pengembangan madrasah. Wong undang-undang pesantrennya ada di situ ada madrasahnya, kenapa di undang-undang di sisdiknas kok malah dihilangkan, ini namanya menafikkan posisi madrasah," pungkasnya.
Baca Juga:ICW Beri Rapor Merah ke Mendikbudristek Nadiem Makarim Karena Tidak Transparan Pakai Uang Rakyat