SuaraJogja.id - Kesepakatan Polda dan Pemda DIY untuk menghapus istilah "klitih" sebagai upaya memberantas klitih, atau kejahatan jalanan, menuai sorotan publik. Salah satunya dari M Ridha Intifadha, pengguna akun Twitter @RidhaIntifadha.
Penulis yang merupakan alumnus Kriminologi FISIP UI ini membagikan utas yang menyorot berita tentang penghapusan istilah klitih oleh Polda dan Pemda DIY. Ridha menjelaskan, dalam isi artikel tersebut, selain penghapusan istilah klitih, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah jam belajar.
"Saya pribadi berpikir, itu semua tidak menyelesaikan akar masalah klitih, padahal kami di Kriminologi punya banyak cara untuk mencegah kejahatan jalanan, lo," kicau Ridha.
Melalui utasnya, yang kini telah disukai lebih dari 31 ribu pengguna Twitter dan mendapat sekitar 9.500 retweets, Ridha memberikan video YouTube Narasi sebagai referensi penjelasan fenomena klitih. Dari menonton video itu, ia pun mengulik klitih dengan konsep di kriminologi: geng dan regenerasi.
Baca Juga:Penjelasan Erix Soekamti Soal Jogja Gelut Day, Wasit Internasional hingga Rencana Piala Raja
Ia menerangkan, ada yang membedakan geng dengan kelompok lainnya. Menurut kriminolog Walter B Miller, lanjut Ridha, dari hasil membaca polanya, ada enam karakter utama geng.
"Apa saja keenam ciri/karakter dari gang tersebut?
1. Terorganisir
2. Memiliki pemimpin yg dapat diidentifikasi / ciri tertentu.
3. Teritori / pembagian wilayah (area)
4. Pergaulan / hubungan intens antar anggota
5. Memiliki tujuan
6. Punya aktivitas ilegal," kicau Ridha.
Lantas, untuk memberantas klitih, keenam poin itu perlu diidentifikasi. Berikut enam cara mencegah kejahatan jalanan dalam kriminologi, seperti dijelaskan Ridha di utasnya:
1. Hancurkan struktur organisasinya
"Pemimpin/ketua gang-nya yang harus diadili. Lalu putus mata rantai regenerasinya dengan menangkap pula calon penggantinya," terang Ridha.
Ia menyarankan pula bahwa petugas perlu menelusuri pemimpin dan calon penggantinya melalui anggota yang sudah tertangkap lebih dulu.