Yeti mengaku malah tertekan dengan hal tersebut selama di asrama. Ketika lulus SMA, ia memilih mencari indekos dan jauh dari kakaknya.
"Untuk melanjutkan hidup saya perlu uang kan, dan pilihannya waktu itu saya menjadi PS (pekerja seks). Dan saat itu saya terputus dengan agama dan sering meninggalkan ibadah," katanya.
Yeti tak mau berbicara banyak soal kehidupan dia selama menjadi pekerja seks. Yang jelas masa kelam itu menajdi pembelajarannya dan berjanji tak ingin kembali ke lubang yang sama.
Menjadi transpuan dianggap sebagai jati dirinya selama ini. Yeti merasa dirinya perempuan dan acap kali dianggap berbeda dari masyarakat.
Baca Juga:Pameran Karya Seni Ponpes Al Fatah Jogja, Gebrakan Transpuan Melebur ke Masyarakat
Hal itu juga yang menjadikan dirinya memilih jauh dari agama dan menjalankan hidup sebagai pekerja seks.
Mendapatkan Hidayah
Butuh waktu lama bagi Yeti untuk mendekat ke agamanya, yakni Islam. Hal itu berawal saat komunitas transpuan yang dia ikuti berencana membangun sebuah tempat pengajian.
Sekitar 2008, rencana itu diijabah. Pondok Pesantren waria saat itu dibangun, termasuk Yeti yang ikut membangun di tahun itu.
"Nah dari situ saya mulai mendapat pencerahan untuk kembali belajar Islam. Sangat lama sekali saya tidak salat, apalagi membaca Al-Quran," katanya.
Baca Juga:Bangun Ponpes Waria Al-Fatah, Shinta Ingin Transpuan Tetap Ingat Tuhan
Bagi Yeti, Allah SWT mengajak seluruh umat yang beriman untuk beribadah kepada-Nya. Yeti yang lahir dari lingkungan muslim pun menganggap bahwa ia berhak untuk belajar agama, terlepas dari kondisi dia sebagai transpuan.