Contohnya, ketika BMKG memberikan informasi bencana kemudian otomatis masuk ke 'mesin' Pemda, BNPB, TNI, Polri. Selanjutnya, yang akan meneruskan pesan tadi ke masyarakat adalah Pemda yang menerima pesan tadi.
"Sehingga bila ada peringatan tapi sistem tidak berjalan baik, --karena penyebab tertentu--, dan masyarakat tidak siaga, maka korban berjatuhan," kata dia.
Berikutnya menurut Korita, Indonesia memerlukan sistem khusus bencana yang terkoneksi dengan satelit, untuk menjaga agar info dari BMKG, Badan Geologi dan pihak lain terkait bisa tersebar sampai pelosok.
Tantangan lainnya, meskipun informasi sampai diterima masyarakat, masyarakat belum tentu paham dengan informasi tersebut.
Baca Juga:Gunung Merapi Alami 96 Gempa Guguran, Ini Daftar Kawasan Mungkin Bisa Berdampak
Dengan demikian, maka diperlukan edukasi, literasi bagaimana masyarakat bisa menggali informasi dengan mudah.
"Selanjutnya, setelah menerima dan paham, belum menjamin mau 'action' melangkah melakukan hal yang direkomendasikan," terangnya.
"Inilah perlunya kesiapsiagaan bencana terutama dalam hal reaction. Aksi lanjut setelah menerima informasi. Siap bertindak segera, misalnya menyelamatkan diri," ungkap eks rektor Universitas Gadjah Mada.
Korita memandang, apa yang ia sebutkan tadi adalah tantangan-tantangan yang selanjutnya menjadi pekerjaan rumah bersama seluruh pihak.
"Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah bekerja sama dengan BMKG untuk mewujudkan info bencana diterima, dipahami, lalu dilanjutkan aksi," kata dia.
Baca Juga:Santap Berbuka Puasa dengan Mi Ayam Brutal dan Bakso Merapi Pakde Wonogiri di Kulon Progo
Senada dengan Kepala BNPB, Korita setuju bahwa keluarga adalah pilar terpenting dan terdepan dalam hal kesiapsiagaan bencana.