SuaraJogja.id - Warga Kabupaten Sleman ikut merasakan imbas ditutupnya TPST Piyungan, Kabupaten Bantul, sejak beberapa waktu belakangan.
Misalnya saja Andri Prasetio, seorang warga Triharjo, Sleman. Kala ditemui pada Rabu (11/5/2022), Andri mengatakan bahwa kini layanan angkut sampah yang menjadi langganannya tak beroperasi.
Padahal, normalnya sampah rumah tangga miliknya diangkut petugas setidaknya tiga kali sepekan. Layanan angkut sampah itu, ia dapatkan dengan membayar Rp35.000 per bulan.
"Senin, Rabu, Jumat, tetapi sudah beberapa hari ini tidak diangkut. Padahal saya selalu meletakkan kantung-kantung sampah di wadah depan rumah, dalam waktu berdekatan dengan jadwal angkut," ungkapnya.
"Akibat tidak diambil, sekarang sampah numpuk di tempat pembuangan," kata dia.
Baca Juga:Fokus Penyembuhan, Kim Kurniawan Absen Bela PSS Sleman di Pekan Awal Liga 1 2022/23
Tumpukan-tumpukan sampah itu membuatnya risih dan terganggu, meskipun bau yang dihasilkan tak seberapa tercium.
"Saya selalu memisahkan sampah basah dan sampah kering rumah tangga. Lalu mengikat plastik sampahnya. Wadah tempat mengumpulkan sampah sementara sebelum diangkut petugas, ada tutupnya," terang Andri, menjelaskan musabab bau sampah rumah miliknya tak begitu mengganggu lingkungan.
Tinggal di kawasan minim lahan, ia mengaku kesulitan jika harus mengolah sampah mandiri. Pengolahan sampah mandiri, --apalagi yang menerapkan sistem timbun-- hanya relevan dilakukan masyarakat yang berada di lingkungan masih banyak lahan luas.
"Saya lihat Sleman sudah menuju darurat sampah," terangnya.
Menurut Andri, sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Sleman mencari jalan keluar permasalahan sampah, misalnya membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Baca Juga:Izin PTM 100 Persen di Sleman Sudah Turun, Beban Belajar Akan Disesuaikan Kurikulum
"Sleman itu kabupaten besar di DIY, masak gak punya TPA. Kalau Kota Jogja okelah tidak punya TPA karena lahannya sempit. Tapi kalau Sleman, saya kira masih banyak wilayah yang luas dan bisa digunakan untuk TPA, setidaknya satu TPA sudah membantu," ucapnya.
"Tinggal bagaimana pemerintah mengupayakan agar lokasi yang akan digunakan untuk TPA tidak terjadi konflik di tengah masyarakat," ucapnya.
Ia mengusulkan, TPA milik Kabupaten Sleman dibangun di kawasan jauh dari permukiman dengan akses keluar-masuk truk tidak menggunakan jalan kampung.
"Tapi membuat jalan sendiri menuju ke pembuangan sampah, sehingga warga tidak terganggu dengan kendaraan yang menuju TPA," kata dia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman Ephiphana Kristiyani mengatakan, timbunan sampah di Sleman per hari mencapai 700 ton. Dari jumlah tersebut, hanya 300 ton yang bisa diolah. Sisanya dibuang ke TPST Piyungan.
Sementara itu, sisa 400 ton lainnya diharapkan bisa diolah secara mandiri oleh masyarakat dengan cara dijadikan pupuk kompos, pakan ikan, pakan ayam dan lainnya.
Ia meminta agar masyarakat turut berpartisipasi mengurangi dan memilah sampah sebelum dibuang.
Selain mengoptimalkan 13 transfer depo sampah dan 23 TPS 3R, DLH Sleman tengah menyiapkan pembangunan tiga TPST yang sedianya dibangun 2023. Berlokasi di Sleman bagian Timur, Tengah dan Barat.
Rencana pembangunan TPST juga sudah tahap perencanaan dan izin penggunaan lahan ke Gubernur, imbuh Ephi.
"Mudah-mudahan, tahun 2023 dibangun dan beroperasional," tandasnya.
Kontributor : Uli Febriarni