SuaraJogja.id - Dokter spesialis psikiatri dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ mengatakan tindakan melukai diri sendiri (self harm) merupakan tanda darurat penderita depresi berat yang sesungguhnya meminta dan membutuhkan pertolongan lebih lanjut.
“Self harm itu adalah suatu crying for help,” kata Lahargo yang merupakan anggota pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Sabtu.
“Ketika orang berusaha melukai dirinya atau sampai dia melakukan tindakan bunuh diri, mereka sebenarnya sedang menangis minta tolong, di mana bantuan, di mana pertolongan, di mana pendampingan yang seharusnya bisa mereka dapatkan dalam hidup mereka,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Lahargo menjelaskan depresi yang berat bisa memicu seseorang untuk memiliki pikiran dan perilaku melukai dirinya sendiri (self harm) serta keinginan untuk mengakhiri hidup atau pikiran tentang kematian (suicide).
Baca Juga:Diduga Depresi, Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta saat Tiduran di Rel Green Garden Jakbar
Depresi, self harm, serta suicide saling berkaitan dan membentuk siklus yang seolah-olah tanpa ujung apabila seseorang tidak segera mendapatkan pertolongan dari profesional.
Lahargo mengatakan siklus bermula saat seseorang mengalami penderitaan emosional (emotional suffering) seperti stres hingga depresi. Jika seseorang tidak memiliki cara untuk mengatasi hal tersebut, maka beban mental emosional semakin bertumpuk hingga menyebabkan suatu kepanikan.
“Dan kalau seseorang sudah mengalami kepanikan secara psikologis, dia harus mencari exit plan, dia harus dengan cepat mengatasi kepanikan itu. Salah satu yang mungkin dia lakukan adalah self harm, dia seolah-olah tidak punya opsi yang lain,” terangnya.
Ketika seseorang melukai dirinya sendiri, menurut Lahargo, maka akan timbul temporary relief atau perasaan ketenangan dan kenyamanan sesaat tetapi sesungguhnya tidak menjawab masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.
“Ada zat kimia atau neurotransmitter yang kita sebut dopamin, di otak itu dia keluar. Dan itu menimbulkan ketenangan yang sesaat atau kita sebut temporary relief,” ujarnya.
Baca Juga:Curhat Pilu Istri Penderita Kanker Jadi Depresi karena Tak Bisa Layani Suami, Tuai Pro Kontra
Siklus kemudian berlanjut dengan munculnya perasaan malu, bersalah, berdosa, bahkan kecewa. Hal ini, kata Lahargo, akan memperberat emotional suffering atau beban pikiran yang dirasakan.
- 1
- 2