SuaraJogja.id - Rombongan partisipan G20 Religion Forum (R20) berkunjung ke di Universitas Islam Indonesia pada Sabtu (5/11/2022). Mereka diajak berkeliling melihat Candi Kimpulan yang berada di tengah-tengah salah satu kampus Islam terbesar di Indonesia itu.
Sebagai informasi bahwa Candi Kimpulan yang erat dengan agama Hindu itu diperkirakan dibangun pada abad ke 9 sampai 10 pada masa Kerajaan Mataram Hindu. Candi ini sendiri ditemukan secara tidak sengaja pada 11 Desember 2009 lalu ketika tengah diadakan penggalian untuk pondasi proyek pembangunan perpustakaan UII.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Juru Bicara R20, Muhammad Najib Azca menuturkan bahwa kegiatan kali ini memang dirancang dengan sungguh-sungguh untuk memberikan pengalaman kultural keagamaan pada para delegasi.
"Harapannya adalah kepada para semua delegasi yang hadir di sini maupun yang tidak bisa hadir, itu mengetahui bagaimana kira-kira cara hidup muslim di Indonesia yang penuh dengan toleransi, semangat menghargai perbedaan," kata Najib kepada awak media di UII, Sabtu (5/11/2022).
Baca Juga:Minoritas di Kalangan Yahudi, Rabi Perempuan Silvina Chemen Bicara Perdamaian di Forum R20 di Bali
Ia menjelaskan bahwa gambaran toleransi itu diwujudkan secara nyata oleh UII dalam bangunan candi. Terlebih mengingat lokasinya yang berada di dalam kampus dan masih terawat hingga saat ini.
"Ketika pembangunan ini dilakukan lalu ditemukan candi lalu diputuskan untuk desain bangunan menyesuaikan. Jadi bukannya kita memaksakan desain itu agar candi itu dirobohkan, dihancurkan, dihilangkan tapi tidak, justru sebaliknya, desainnya diubah sehingga menjadikan candi itu persis di tengah-tengah perpustakaan kampus," paparnya.
"Sehingga artefak yang ditemukan di tengah kampus itu justru kita muliakan. Kita jadikan justru sebagai simbol betul-betul bagaimana memang Kebhinekaan Indonesia itu sungguh-sungguh terjadi. Jadi betul-betul ada manifestasinya, ada simbolisasinya," tambahnya.
Najib berharap hal ini dapat dijadikan pembelajaran bagi semua pemimpin agama yang hadir di R20 kali ini. Bahwa seharusnya kelompok agama mayoritas dimana pun berada itu melindungi, menghargai dan merawat kekayaan budaya dari kelompok minoritas.
Bukan justru memaksakan keinginan dan kehendak dari mayoritas itu sendiri. Melainkan bahwa keberhasilan kelompok mayoritas itu dinialo ketika justru mereka mampu memberikan perlindungan, kenyamanan, rasa aman bagi minoritas.
Baca Juga:Jokowi Ajak Delegasi R20 Tingkatkan Kontribusi dalam Penyelesaian Masalah Dunia
Berdasarkan obrolannya dengan sejumlah delegasi R20, kata Najib, secara umum mereka terkesan dengan temuan itu. Hal itu sejalan dengan pesan damai yang dicontohkan dengan nyata dan harus terus digaungkan di seluruh dunia.
"Memang belum ngomong semua, tapi beberapa mengatakan ini fantastik, ini luar biasa, dahsyat. Ini sesuatu pesan yang memang harus digaungkan pada semua pemimpin agama di dunia," ujarnya.
Sementara itu, Rektor UII Fathul Wahid menuturkan bahwa setidaknya ada dua pesan dalam kegiatan kali ini. Pertama terkait dengan bagaimana menghargai masa lalu.
"Kita ada sekarang ini tidak dari kertas kosong bukan barometer nol tapi ada peran aktor pendahulu yang perlu kita hormati dan kota teruskan upaya-upaya baiknya," ucap Fathul.
Kemudian yang kedua, lanjut Fathul adalah tentang kesetaraan. Dalam konteks mayoritas dan minoritas maka ada pesan bahwa mayoritas harus melindungi menciptakan ruang berkembang untuk kawan-kawan minortas.
"Jika dengan demikian kesetaraan manusia bisa dijamin dan semuanya punya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Pesan ini menjadi sangat penting untuk kita lantangkan bersama-sama ke seluruh dunia bahwa yang kita bicarakan bukan isapan jempol tapi betul-betul kita bisa jalankan di lapangan," ungkapnya.