SuaraJogja.id - Organisasi profesi kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak keras RUU Omnibus Law Kesehatan. Setidaknya ada 8 organisasi profesi yang dengan tegas menyatakan sikapnya terkait hal tersebut.
Organisasi profesi itu di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah DIY, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) DIY, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DIY, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) DIY, Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (PTGMI) DIY serta Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) DIY.
Ketua IDI DIY, Joko Murdiyanto dalam tuntutannya menuturkan bahwa pemerintah mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan sistema pelayanan kesehatan. Tetapi tentunya pemerintah perlu dibantu peran pihak lain, seperti stake holder, dan masyarakat, tak lupa oleh organisasi profesi kesehatan.
Namun hal itu tidak tercermin dalam RUU Omnibus Law Kesehatan yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. RUU itu sendiri dihadirkan sebagai upaya perbaikan tatanan dan peraturan perundang-undangan mengenai kesehatan yang dianggap disharmoni dan ambiguitas.
Baca Juga:Kasus Covid-19 di DIY Meroket, Omicron XBB Disinyalir Sudah Menyebar ke DIY
"Tapi tidak terlaksana dengan baik, serta tidak dilibatkannya organisasi profesi dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law mulai dari perencanaan," kata Joko saat jumpa pers, Jumat (18/11/2022).
Maka dari itu, organisasi profesi kesehatan se-Daerah Istimewa Yogyakarta menutut sejumlah hal. Di antaranya terkait tidak cukup adanya urgensi dan relevansi dari perubahan mendasar dan peleburan UU kesehatan, termasuk UU tentang Profesi kesehatan, serta 99 UU tentang kesehatan yang lain menjadi UU Omnibus Law Kesehatan.
Ia menilai bahwa UU Kesehatan yang sudah ada saat ini sudah berjalan dengan baik dan efektif. Termasuk dengan mengatur regulasi tentang tenaga medik, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan, penjaminan mutu dan organisasi profesi.
"Penghilangan UU ini secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada masyarakat luas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan karena dilayani oleh tenaga yang tidak terjamin mutunya," tuturnya.
Tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, kata Joko, bisa pula berdampak terutama pada masyarakat luas. Sebab dalam hal ini masyarakat yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut.
Baca Juga:Harga Bahan Pangan Mulai Naik, DIY Subsidi Distribusi Sebesar Ini
Hadirnya RUU Omnibus Law Kesehatan disebut berpotensi menurunkan bahkan menghilangkan eksistensi serta peran organisasi profesi kesehatan dalam melakukan pembinaan, pengawasan, perlindungan, penjaminan mutu anggota dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat erdasarkan sumpah profesi, standar profesi, norma dan etika profesi.
Jika dibiarkan maka hal tersebut pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat terutama terhadap keselamatan pasien itu sendiri.
"Kami mendukung upaya pemerintah dalam perbaikan sistem kesehatan nasional yang bersifat kompleks dan komprehensif, namun bukan dalam pembuatan RUU Kesehatan Omnibus Law," tegasnya.
Menurutnya ada lebih banyak hal yang lebih penting untuk ditangani. Termasuk perbaikan Sistem Kesehatan Nasional yang lebih komprehensif.
Misalnya saja mulai dari sistem pendidikan hingga pelayanan, pengentasan penyakit, peningkatan anggaran, pemerataan/distribusi tenaga medis dan kesehatan. Selain itu juga pembiayaan dan penjaminan kesehatan dan jaminan perlindungan hukum tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Pihaknya menuntut untuk segera mengeluarkan RUU tersebut dari Prolegnas. Sehingga lebih bisa berfokus pada undang-undang yang telah ada.
"Menolak secara tegas pembahasan RUU kesehatan Omnibus Law. Marilah kita bersama-sama meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mengefektifkan dan melaksanakan undang undang yang telah ada. Saling bekerja sama dengan pemerintah pusat-daerah, organisasi profesi, dan masyarakat," ujarnya.