Pasal Penghinaan Kepada Presiden Harus Disoroti
Selain itu, dalam KUHP yang telah disahkan mengatur mengenai tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah/Lembaga negara, pada Pasal 240 dan tindak pidana terhadap martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 217-220.
"Perumusan pasal ini sangat dikhawatirkan menjadi suatu ancaman, bahkan pembatasan masyakarat dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada pemerintah dan/atau lembaga negara," kritisi Taufiq.
Tentu hal ini erat kaitannya dengan hak konstitusional masyarakat, yang tercantum pada Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Sehingga penegak hukum harus dapat membedakan, antara tindak pidana dan kritik kepada pemerintah.
Baca Juga:PSHK UII Minta Presiden Menganulir Pelantikan Guntur Hamzah Sebagai Hakim MK, Begini Alasannya
Beberapa Rekomendasi PSHK UII
Atas beberapa paparan di atas tadi, PSHK FH UII merekomendasikan kepada pemerintah, untuk segera membentuk mekanisme penyamaan presepsi KUHP yang baru disahkan ini, lanjut Taufiq.
Utamanya dilakukan untuk penegak hukum, agar dalam penegakan KUHP tidak serampangan, dimanfaatkan oleh pihak tertentu dan harus tetap memenuhi rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Kedua, pemerintah perlu segera mengatur secara ketat mengenai pembatasan pendelegasian dan pengaturan tindakan apa saja yang dianggap tindak pidana hanya pada Undang-undang dan Peraturan Daerah.
"Pemerintah juga harus melibatkan elemen masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pasca pengesahan KUHP," tandasnya.
Baca Juga:PSHK UII Minta Presiden Ingatkan Menterinya agar Patuh Perundang-undangan dan Putusan MK
Kontributor : Uli Febriarni