SuaraJogja.id - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuturkan reservasi buka bersama (bukber) di hotel saat ini sudah mencapai 30 persen. Angka tersebut diperkirakan masih akan bertambah sepanjang bulan ramadan tahun ini.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranawa Eryana menuturkan kondisi itu disebabkan sudah membaiknya kondisi pascapandemi Covid-19. Terlebih dengan berbagai kelonggaran aturan yang sudah dapat dilakukan.
"Reservasi cukup baik, untuk bukber, itu hotel sekarang menutup operasionalnya dengan buka bersama, membuat paket buka bersama, restoran pun juga. Reservasi juga cukup lumayan sampai saat ini. Kalau berkisar ya 20-30 persen lah untuk buka bersama," terang Deddy, Sabtu (25/3/2023).
Paket-paket bukber yang disediakan hotel pun disambut baik oleh masyarakat. Pihaknya bahkan tak menutup kemungkinan angka itu masih akan bertambah terus hingga akhir ramadan nanti.
Baca Juga:PHRI DIY Beri Saran Soal Wacana Larangan Bus Pariwisata Masuk Kota Jogja
Range harga yang dihadirkan setiap hotel dan restoran pun berbeda-beda. Mulai dari Rp25-50 ribu untuk hotel non bintang dan Rp75-300 ribu untuk hotel berbintang.
"Ini antusias masyarakat dengan merespon dengan baik. Jadi bisa saja nanti reservasi itu up naik menjadi 60 persen. Kalau bukber maksimal 80-90 persen," ujarnya.
Namun, diungkapkan Deddy, pihaknya khawatir imbauan Presiden Jokowi terkait dengan larangan menggelar buka bersama dapat berpengaruh pada tingkat reservasi ke depan. Pasalnya beberapa pihak pun sudah menanyakan hal tersebut.
PHRI DIY mengaku keberatan terkait dengan imbauan itu jika benar-benar diterapkan. Mengingat ada multiplayer efek yang besar apabila penerapan kebijakan itu dilakukan.
"Kita sangat keberatan dengan itu, kalau itu ada surat tertulisnya ya kita akan membalas surat dari pemerintah daerah atau dari siapapun, sudah saya sampaikan multiplayer efeknya itu cukup banyak. Sementara kita harus membangkitkan perekonomian masyarakat," tuturnya.
Dari level pemerintah daerah, Deddy meminta ada koordinasi yang baik antara pemda dan para pelaku pariwisata. Sehingga tidak serta merta menerapkan kebijakan tanpa ada diskusi yang dilakukan sebelumnya.
"Sementara kami akan berkoordinasi kalau itu betul-betul terjadi. Atau sebelum terjadi pemda seharusnya minta pertimbangan dengan asosiasi pariwisata terutama PHRI dan pelaku-pelaku pariwisata yang lain," pungkasnya.