Ketiga, surat ini juga disertai tentang janji FIFA yang tidak meninggalkan Indonesia sendirian, namun tetap dibarengi dengan kerjasama yang baik dan dukungan pemerintah.
"Jadi, kalau dari segi pertimbangan FIFA sendiri mereka hanya menuliskan 'melihat perkembangan terkini', saya tidak bisa berspekulasi tentang penyebabnya," ucapnya.
Soal alasan kenapa FIFA menyusun isi surat dengan bahasa komunikasi yang demikian, Nara meyakini FIFA tentu sudah memiliki pertimbangan. Tak jauh berbeda saat FIFA mendepak Rusia dalam Piala Dunia 2022 di Qatar.
Di dalam keterangan resmi mereka, FIFA menyatakan bersimpati pada Ukraina tapi tidak menyinggung kata-kata seperti konflik bersenjata, perang maupun invasi.
FIFA, menurutnya, tampaknya memang sering memilih jalan aman untuk tidak secara jelas menyatakan penyebab dari satu keputusan, terutama untuk keputusan yang bersinggungan dengan soal politik tertentu.
"Artinya dari satu kasus pembanding ini, FIFA memang
cenderung menyampaikan dengan kalimat yang bernada hati-hati. Nah terkadang kalimat-kalimat yang berhati-hati ini justru bisa menimbulkan multitafsir," lanjut dia.
Selanjutnya ia ditanya mengenai apakah idealnya FIFA memiliki bahasa yang lebih tegas dalam isi surat, mengenai penyebab pembatalan ini. Yakni disebabkan karena sikap Indonesia atas situasi politik Israel dan Palestina, atau karena tragedi Kanjuruhan. Berikut jawaban Nara:
"Penegasan itu perlu, karena FIFA sebagai lembaga yang resmi, memberikan keputusan, perlu memberikan pernyataan yang tidak multitafsir. Idealnya seperti itu," ungkapnya.
Sementara kala ditanya soal potensi sanksi yang diterima Indonesia, menurut Nara langkah itu bisa saja ditempuh oleh FIFA.
Baca Juga:Hasto: Cita-cita Pokok Bangsa Indonesia Hasilkan Kesebelasan Sepak Bola yang Andal Bukan Jadi EO
"Tapi bisa saja tidak, masih 50-50. Jika terkena sanksi, tentu saja nanti akan berimbas pada keikutsertaan tim nasional Indonesia di ajang-ajang di bawah kalender FIFA," kata dia.