"Yang ngajari [mengaji] selama ini bapaknya dan rekan-rekan. Rumah saya cuman ketempatan. Rumah saya yang untuk ngaji itu cuma sekitar 3x4 meter," lanjut dia.
Menurut dia, setiap hari ada lebih kurang 200 orang yang datang untuk mengaji di sana, namun perlahan berkurang karena banyak yang sudah 'khatam'. Satu kali mengaji, tiap orang mendapat waktu kurang dari lima menit, ujar CSM.
Menjadi guru mengaji sejak 2007 hingga 2022, CSM berdalih dirinya kaget saat mendapat panggilan dari kepolisian.
"Sampai sekarang saya tidak bisa dipertemukan, tahu-tahu saya dapat panggilan. Saya tanya masalahnya masalah apa, mbok dipertemukan biar semua jelas. Saya minta dipertemukan kedua belah pihak, RT RW dan keamanan setempat. Tapi dia menolak karena ada RT RW yang mewakilkan," terangnya.
Baca Juga:Seorang Tahanan Kasus Pencabulan Kabur dari Polsek Lingga Akhirnya Ditangkap di Medan
Terpisah, Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo saat ditemui, mengaku prihatin atas kejadian ini. Ia menyatakan terus berkoordinasi dengan masyarakat, keluarga, agar mereka memperhatikan anak-anak yang mengaji.
"Dan pas kebetulan guru ngaji juga bukan orang Sleman. Orang luar mengajar di situ. Saya mengharap perhatikan jangan sampai anak-anak seperti itu. Masa depannya kasihan," ucapnya.
"Saya berkoordinasi dengan Dinas P3AP2KB memberikan perlindungan anak langsung pendampingan, supaya tidak trauma dan tetap masa depannya kita jaga," terangnya.
Menurut Kustini, para korban yang merupakan anak-anak perlu diberi semangat dan terus dijaga. Demikian juga anak-anak lain, perlu juga dilindungi.
"Sleman adalah kabupaten ramah anak, Sleman adalah ramah perempuan. Perempuan dan anak kita lindungi bersama-sama, semoga kejadian ini tidak terulang kembali," tuturnya.
Baca Juga:Ganjar Pranowo Tampil Depan Pelaku Pencabulan Santri: Jujur, Berapa Santri Jadi Korbanmu
Kustini juga menegaskan pentingnya pendidikan seksualitas dini menyesuaikan usia dan pemahaman, baik itu untuk siswa jenjang TK, SD dan SMP.