SuaraJogja.id - Semua warga Yogyakarta pasti masih mengingat bencana alam gempa bumi 27 Mei 2006 lalu. Bantul menjadi daerah yang paling banyak mengalami kerusakan infrastruktur maupun korban jiwa.
Ancaman bencana tersebut berpotensi kembali terjadi di Bantul. Hal tersebut dikarenakan Bantul yang terletak di barat Sesar Opak memiliki struktur tanah yang dangkal sehingga mudah bergerak ketika terjadi gempa bumi.
"Yang terjadi di bantul kunci utamanya di tanah lunak barat kali Opak sampai progo. Itu penurunan lapisan tapi skala besar tektonik diisi lapisan lahar. Bantul ini tanahnya gembur, lunak, berpasir dan dangkal. Itu berpotensi mengamplifikasi goncangan saat gempa," papar Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono di Yogyakarta, Rabu (21/06/2023).
Menurut Daryono, Bantul yang dijuluki kota agar-agar karena tanahnya yang lunak dan dangkal sangat berpotensi mengalami kerusakan besar dibandingkan kabupaten lain di DIY. Pergerakan Sesar Opak yang memiliki return period atau periode berulang dimungkinkan terjadi laiknya gempa 2006.
Baca Juga:Dua Bocah di Bantul Dilarikan Ke RS Usai Pesta Miras Oplosan, Seorang Tewas
Apalagi lempeng Australia terus mendorong ke arah utara. Akibatnya terjadi tumbukan lempeng di Pulau Jawa.
"Gempa 2006 silam, di nglanggeran rumah-rumah warga tak mengalami kerusakan, tapi di bantul di tanah lunak bergoncang dahsyat. Tingkat kerusakan gempa tak hanya ditentukan magnitudo atau jarak dari pusat gempa saja tapi karakter tanah setempat juga," jelasnya.
Kondisi serupa, lanjut Daryono juga terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Kawasan tersebut tanahnya berasal dari gunung berapi yang berpasir sehingga mudah goyah saat terjadi gempa bumi.
Karenanya untuk mengantisipasi kerusakan yang parak laiknya 2006, pengampu kebijakan dan masyarakat diminta waspada serta memperhatikan terkait bangunan yang ada di wilayah Kabupaten Bantul. Sebab Sesar Opak memiliki periode berulang yang bisa terjadi lagi ke depan.
"Sesar Opak terus kita kaji. Apa yang terjadi 2006 titiknya bukan di jalur kali Opaknya, dari Kretek sampai Prambanan. Apa yang terjadi 2006 itu 20 kilometer di timur zona itu. Kalau ditanya mana paling bahaya, justru yang di Bantul itu, karena struktur tanahnya," paparnya.
Baca Juga:Icip Nikmatnya Jamu Tradisional dari Desa Wisata Jamu Kiringan Bantul
Pemerintah setempat maupun masyarakat harus memperhatikan struktur bangunan yang tahan gempa. Kalau belum bisa membangun tahan gempa, masyarakat dihimbau membangun dari kayu dan bambu.
"Jadi jangan asal bangun rumah disemen, dilepo begitu saja. Gempa itu banyak korban yang meninggal dan luka karena tertimpa bangunan begitu. Jangan asal punya batako, semen, kapur dibanyakin jadi bangunan tembok tapi tak bisa jadi bangunan tahan gempa," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi