SuaraJogja.id - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyebut jika notaris terlibat kasus mafia tanah dalam kasus penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) yang terjadi di Kalurahan Caturtunggal Kapanewon Depok Kabupaten Sleman.
Sri Sultan mengungkapkan dalam penjualan rumah yang menggunakan TKD kemungkinan ada kontrak antara penjual dengan pembeli, termasuk juga kontrak untuk membayar baik mencicil ataupun pembayaran lainnya. Hal tersebut menunjukkan jika notaris terlibat.
"Ono kontrak ora antara yang beli rumah sama yang njual rumah, ada kontrak nggo mbayar bayar nyicil dan po ora, berarti kan notaris terlibat. Makanya itu,"ujar Sultan menanggapi perihal rencana Kejati memeriksa notaris dalam kasus penyalahgunaan TKD di Caturtunggal.
Kejaksaan Tinggi memang terus memproses dugaan penyalahgunaan TKD. Tersangka Direktur Utama PT Deztama Putri Santosa Robinson Saalino sudah menjalani proses peradilan. Kemudian lurah Caturtunggal Agus Santosa berkasnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sleman dan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Supriyatno sudah ditahan.
Baca Juga:Masih Proses Pemberkasan, Kepala Dispertaru DIY Segera Jalani Persidangan Kasus Tanah Kas Desa
Kasie Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Herwatan menambahkan semua pihak yang diduga mengetahui peristiwa penyalahgunaan TKD tersebut bakal diperiksa. Salah satunya adalah pemeriksaan para notaris yang diduga mengetahui hal tersebut.
"Iya benar, ada notaris yang bakal kami periksa,"terang dia.
Herwatan menambahkan rencananya ada 4 hingga 7 notaris yang bakal mereka periksa dalam kasus penyalahgunaan TKD tersebut. Namun saat ini pihaknya masih menunggu ijin persetujuan untuk pemeriksaan para notaris tersebut.
Dalam perundang-undangan yang berlaku, untuk pemeriksaan notaris dalam sebuah tindak pidana memang harus mendapatkan ijin dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah. Dan sampai saat ini ijin tersebut belum mereka dapatkan.
"Masih menunggu ijin. Prosesnya lama,"tambah dia.
Dalam sidang dengan terdakwa Robinson beberapa waktu yang lalu, jaksa penuntut umum Ali Munip menyatakan jika penerimaan/pemasukan dari para penyewa (investor) PT Deztama Putri Sentosa sebesar Rp 29.215.920.000. Penerimaan tersebut berasal dari penyewaan atau investor bangunan yang didirikan di TKD.
"Itu disewakan atau ditawarkan ke investor dalam bentuk kavlingan,"sebutnya.
Kasus itu bermula dari permohonan PT Deztama Putri Sentosa untuk menyewa tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman, pada tahun 2015. Permohonan tersebut diajukan Direktur PT Deztama Putri Sentosa saat itu, Denizar Rahman Pratama.
Di mana rencananya, tanah seluas 5.000 meter persegi itu akan digunakan untuk membangun area singgah hijau. Di area tersebut akan dibangun tempat singgah bagi pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat yang membutuhkan tempat singgah sementara di Yogyakarta.
Permohonan itu kemudian disetujui oleh sejumlah pihak hingga akhirnya terbit izin dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2016. Saat itulah PT Deztama Putri Sentosa masih di bawah kendali Denizer Rahman Santosa.
Namun, pada akhir tahun 2017, PT Deztama Putri Sentosa mengalami kesulitan finansial untuk melanjutkan proyek tersebut. Oleh karena itu, Denizar Rahman Pratama lalu mengalihkan kepemilikan perusahaan tersebut kepada Robinson Saalino.
Setelah peralihan itu, lanjut Jaksa Robinson menjadi Direktur PT Deztama Putri Sentosa. Sesudah itu, Robinson berupaya menguasai tanah kas desa di Desa Caturtunggal seluas 16.215 meter persegi. Pada 2018, Robinson memerintahkan pemasangan pagar seng keliling di lahan dengan luasan tersebut.
Padahal, PT Deztama Putri Sentosa hanya mengantongi izin sewa tanah kas desa seluas 5.000 meter persegi. Artinya, ada tanah kas desa seluas 11.215 meter persegi yang ikut dipagari meskipun belum ada izin sewanya.
"pada Juli 2020, Robinson memerintahkan pembersihan di tanah kas desa seluas 16.215 meter persegi itu. Adapun pada Agustus 2020, PT Deztama Putri Sentosa mulai mendirikan bangunan di atas lahan tersebut. Bangunan-bangunan itu kemudian ditawarkan dengan skema sewa atau investasi kepada berbagai pihak,"tambah Jaksa.
Kepada para penyewa atau investor, Robinson memberi tawaran dalam bentuk kavling serta hunian. Setelah itu, dia mulai mendapat pemasukan dari para penyewa atau investor, baik dalam bentuk booking fee (biaya pemesanan), uang muka, maupun pelunasan.
Menurut jaksa, dari penyewaan atau investasi sebanyak 66 kavling di tanas kas desa itu, Robinson mendapat pemasukan sebesar Rp 10,8 miliar. Sementara itu, dari sewa atau investasi 39 unit hunian tipe Mezzanine, dia memperoleh pemasukan Rp 13,5 miliar. Adapun dari penyewaan atau investasi 17 unit hunian tipe Town House, pemasukan yang diperoleh Rp 4,7 miliar.
Kontributor : Julianto