6 Fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Perlu Diketahui usai Ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia

Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan konsep tata ruang kota yang dibangun dengan meleburkan makna Islam Jawa, termasuk kedekatan raja dengan para rakyatnya.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 19 September 2023 | 09:55 WIB
6 Fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Perlu Diketahui usai Ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia
Kawasan Tugu Yogyakarta yang menjadi bagian dari Sumbu Filosofi. [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Sumbu Filosofi Yogyakarta yang membujur dari Panggung Krapyak, Keraton Y0gyakarta hingga Tugu Pal Putih, resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Senin (18/9/2023).

Penetapan Warisan Dunia itu dilakukan dalam sidang Komite World Heritage UNESCO yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi.

Mengupas terkait warisan budaya tak benda berupa jalan lurus yang memotong kawasan Malioboro ini, terdapat sejumlah fakta yang perlu diketahui hingga akhirnya ditetapkan sebagai Warisan Dunia. Berikut enam fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah dirangkum Suarajogja.id:

1. Dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I

Baca Juga:Sumbu Filosofi Siap Disidangkan, Pemda DIY Tunggu Kepastian UNESCO

Sumbu Filosofi Yogyakarta pertama kali dicetuskan oleh Raja Keraton Yogyakarta yakni, Sultan Hamengku Buwono I. Sebagai salah satu situs yang telah menjadi warisan budaya, Sumbu Filosofi juga merupakan konsep tata ruang kota yang dibangun Hamengku Buwono I.

Raja Yogyakarta ini membangun Yogyakarta sembari membuat Sumbu Filosofi Yogyakarta yang sarat sejarah dan budaya pada 1755.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa maksud dibangunnya Sumbu Filosofi ini untuk membuat simbol Islam Jawa yakni, "Memayu Hayuning Bawana serta Manunggaling Kawula lan Gusti" atau dalam bahasa Indonesia artinya, mempercantik keindahan dunia dan bersatunya raja dengan masyarakat.

2. Keseimbangan antar hubungan makhluk dengan Tuhannya

Melansir dari laman Kemendikbud, Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan sebuah simbol. Simbol di sini mengarah pada hubungan makhluk yakni manusia dengan Tuhannya atau dalam Islam adalah Hablumminallah serta hubungan manusia satu dengan manusia lain serta manusia dengan alam.

Baca Juga:Masuk Kawasan Penyangga Sumbu Filosofi, Sri Sultan HB X Batalkan Pembangunan Royal Kedhaton

3. Digaungkan lagi sejak Covid-19

Rencana menjadikan Sumbu Filosofi Yogyakarta sudah tersiar sejak 2014. Namun rencana itu kembali digaungkan ketika Covid-19 melanda Jogja.

Tangkapan situs cagar budaya Panggung Krapyak di Yogyakarta. (Twitter/@merapi_uncover)
Tangkapan situs cagar budaya Panggung Krapyak di Yogyakarta. (Twitter/@merapi_uncover)

Hal itu juga selaras dengan rencana penataan sejumlah Pedagan Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Malioboro yang berada di kawasan tersebut.

4. UNESCO meninjau pada 2022 lalu

Gaung menjadikan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia terus berlanjut tiap tahun. Puncaknya pada 2022 lalu tim perwakilan dari UNESCO meninjau lokasi sepanjang Malioboro hingga ke Panggung Krapyak pada 23 - 25 Agustus 2022 lalu.

Hal ini juga sebagai evaluasi dan pemenuhan syarat bagi Pemda DIY termasuk Kemendikbud untuk pengajuan menjadi warisan budaya dunia.

5. PKL Malioboro Ditata

Para PKL berjualan di Kawasan Malioboro. [Kontributor / Putu Ayu Palupi]
Para PKL berjualan di Kawasan Malioboro. [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

Resmi menjadi warisa budaya dunia, Sumbu Filosofi Yoyakarta meninggalkan goresan kecil bagi masyarakat yang ada di Jalan Malioboro.

Pedagang Kaki Lima (PKL) terpaksa direlokasi ke tempat lain untuk tetap bisa melanjutkan roda perekonomian di wilayah Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Para pedagang juga sudah mendapat tempat yang saat ini diberi nama Teras Malioboro I dan II. Meski begitu bagi pedagang PKL di Teras Malioboro II masih terjadi polemik karena bakal kembali direlokasi.

6. Mendorong reputasi pariwisata serta masyarakat menjaga situs tak benda

Dengan resminya menjadi warisan budaya dunia, Sumbu Filosofi Yogyakarta mendapat perlindungan penuh sebagai cagar budaya tak benda.

Di sisi lain, hal ini juga mampu meningkatkan reputasi pariwisata serta menebalkan kesadaran masyarakat untuk sama-sama melestarikan situs itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini