Pakar Hukum Tata Negara UII Kritik Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres: MK Itu Mahkamah Keluarga Berarti Benar!

Allan menyoroti sikap MK yang tidak konsisten dari putusan ini.

Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 18 Oktober 2023 | 13:25 WIB
Pakar Hukum Tata Negara UII Kritik Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres: MK Itu Mahkamah Keluarga Berarti Benar!
Hakim ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) berbicara dengan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra (kiri) saat sidang penetapan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Dosen Hukum Tata Negara FH UII Allan Fatchan Gani Wardhana memberikan komentarnya terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia capres-cawapres. Setidaknya ada tiga hal yang bisa dimaknai dalam putusan tersebut.

Pertama putusan itu menegaskan bahwa MK saat ini telah mengingkari semangat pendiriannya sendiri. Dimana yang sejak awal itu MK memang dikhususkan untuk sebagai lembaga negara yang tugasnya menguji sebuah norma.

"Tapi malah dia ikut mengotak-atik, yang sebenarnya itu ranah pembentuk undang-undang. Jadi sebenarnya otak-atik syarat usia capres-cawapres ini bukan ranah MK, melainkan ranahnya pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah," kata Allan dikutip Rabu (18/10/2023).

Sehingga ketika MK itu masuk terlalu jauh otomatis mengaburkan peran MK yang sebenarnya sejak awal didesain hanya untuk menyatakan sebuah norma itu apakah bertentangan dengan undang-undang dasar atau tidak.

Baca Juga:Cegah Gibran untuk Dicalonkan, Alissa Wahid Sentil Jokowi Soal Putusan MK

Kedua putusan ini juga semakin menegaskan bahwa MK ini telah terjebak pada arus politik. Terutama menjelang pemilu 2024 yang jelas ini akan menimbulkan kegaduhan.

"Dan dikabulkannya putusan ini jelas membuktikan beberapa hakim, saya sebut beberapa hakim karena putusannya itu ada yang dissenting opinion [perbedaan pendapat], ya beberapa hakim tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mengawal proses demokrasi yang mengedepankan etika politik. Karena dengan adanya putusan ini kan menegaskan MK terjebak dalam arus politik menjelang pemilu 2024 yang tinggal sebentar lagi," ujarnya.

Ketiga, disampaikan Allan, putusan ini bisa menjadi pelajaran tidak baik kepada masyarakat. Terkait bahwa orang yang memiliki ambisi politik itu ternyata bisa memaksakan keinginannya untuk menggunakan lembaga negara dalam memenuhi hasrat politiknya untuk berkuasa.

"Ini yang berbahaya. Jadi mereka orang-orang yang memiliki ambisi politik ya harusnya memang tidak memaksakan keinginnya tapi ternyata MK malah bisa digunakan sebagai alat untuk memenuhi hasrat politik segelintir orang untuk kemudian mengizinkan untuk berkuasa," tuturnya.

Allan menyebut bahwa otak-atik terlalu jauh dari MK ini menimbulkan kegaduhan. Kendati demikian mau bagaimanpun putusan MK ini bersifat final dan mengikat.

Baca Juga:Profil Astrid Widayani Rektor Universitas Surakarta, Mahasiswanya Menang Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres di MK

Dalam artian tidak ada upaya hukum lagi untuk mempermasalahkan putusan MK. Sehingga putusan MK setelah dibacakan otomatis berlaku.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak